Tuesday, January 29, 2013

Kualitas Pendidikan, Budaya, dan Uang


Metode pembelajaran harus mampu membahagiakan anak (seperti di Finlandia) sekaligus harus menyehatkan badan (seperti di Korea Selatan), serta harus memperkuat jati diri dan budaya bangsa, serta memberi kesadaran kepada anak dan para orang tua untuk cinta belajar sepanjang hayat (seperti di negara-bangsa bertradisi Konfusian).

Pada 27 November 2012, lembaga penelitian Pearson mengumumkan hasil rangkuman analisis kuantitatif dan kualitatif yang ditulis oleh Economist Intelligence Unit tentang kemampuan para siswa serta kinerja lembaga-lembaga pendidikan di seluruh dunia, The Learning Curve. Mereka antara lain merujuk pada hasil beberapa tes internasional (OECD-PISA, TIMMS dan PIRLS) yang membuat peringkat kecerdasan para siswa aneka bangsa.

Kurva pembelajaran itu menampilkan peringkat yang menunjukkan bahwa Finlandia (populasi 5,3 juta jiwa) dan Korea Selatan (populasi 48 juta jiwa) kini merupakan dua negara “superpower pendidikan.” Di belakangnya, yang masuk dalam lima besar adalah Hong Kong, Jepang, dan Singapura.

Lima peringkat berikutnya ditempati oleh Inggris, Belanda, Selandia Baru, Swiss, dan Kanada. Amerika Serikat berada di peringkat ke-17. Indonesia berada di mana? Sebagaimana ditunjukkan oleh hasil berbagai uji kemampuan (sains, matematika, membaca, dan pemecahan masalah) dalam sepuluh tahun terakhir, kemampuan para siswa Indonesia berada di dasar jurang (peringkat ke-40), di bawah Kolombia, Thailand, Meksiko, dan Brasil.


Bahagia Belajar
Mengapa Finlandia, negeri liliput di Eropa itu, selalu berada di puncak peringkat dunia? Itu karena, antara lain, sistem pendidikannya dibangun berdasarkan prinsip-prinsip: berkualitas, efisien, berkeadilan, berlangsung sepanjang hayat. Penyelenggaraannya bersifat santai dan fleksibel. Negara bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan dasar sembilan tahun yang bermutu untuk seluruh warga negara secara gratis. Para siswa tidak dibebani terlalu banyak mata pelajaran, jam belajar di sekolah sedikit (sesuai dengan kebutuhan siswa, dari dua sampai delapan jam sehari), dan mereka dibolehkan berbahagia belajar menekuni bidang yang diminatinya. Kuncinya adalah: guru yang bermutu-bermartabat, dan sistem pengajarannya efektif.

Seperti Finlandia, Korea Selatan juga melakukan reformasi pendidikan sejak awal 1990-an. Namun, berbeda dengan Finlandia, sistem pendidikan di Korea Selatan berlangsung lebih tegang dan rigid, dengan berbagai tes dan hafalan. Namun, seperti di Finlandia, Korea Selatan juga tanpa henti meningkatkan kualitas dan harkat para gurunya, serta menekankan bahwa semua langkah di bidang pendidikan memiliki nilai dan misi moral yang luhur.


Tiga Tahap
Ada tiga tahap yang ditetapkan pemerintah Korea Selatan dalam strategi pembangunan sumber daya manusianya. Untuk mendukung tekad pemerintah menggenjot pertumbuhan ekonomi, dengan anggaran negara terbesar dialokasikan untuk jenjang SD dan SMP (86 persen), pada tahap pertama (tahun 1960-an), sekolah-sekolah diprogram menciptakan tenaga buruh kasar (lulusan SD) untuk kebutuhan industri padat karya dan manufaktur. Tahap kedua (tahun 1970-1980), seiring dengan kemajuan pesat ekonominya, sekolah-sekolah mempersiapkan tenaga kerja bagi industri berat dan kimia yang padat modal (lulusan SMA).

Tahap ketiga (1990 sampai sekarang), Kementerian Pendidikan berfokus pada penciptaan tenaga kerja berpendidikan tinggi untuk mendukung industri teknologi, elektronik, dan industri berbasis ilmu pengetahuan lainnya. Untuk itu, sejak tahun 2000, seluruh sekolah dari SD hingga perguruan tinggi dilengkapi komputer dengan akses Internet berkecepatan tinggi.

Hasilnya? Hanya dalam waktu sekitar 25 tahun sejak reformasi pendidikan dimulai, Korea Selatan kini bertakhta di puncak kedua dunia. Itu melengkapi prestasinya di bidang industri elektronik dan koneksi internetnya yang di peringkat satu. Kok bisa? Catatan sangat penting dalam analisis The Learning Curve adalah bahwa, untuk menghasilkan pendidikan berkualitas, uang memang penting, tetapi yang lebih penting daripada uang adalah besarnya dukungan kultur lingkungan terhadap pendidikan.

Untuk mengimbangi pembangunan domain kognisi yang sarat dengan hafalan dan ulangan, pemerintah Korea Selatan pun menggalakkan pelajaran seni dan olahraga bagi para siswa sejak SD. Itulah dasar-dasar bagi pembentukan jati diri bangsa dan karakter. Yang dibangun di sekolah bukan hanya kecerdasan otak, tapi juga seluruh tubuh, melalui berbagai macam olah seni dan olah raga yang, untuk itu pun, bangsa Korea Selatan mampu mencatatkan prestasi internasional: taekwondo, basket, bulu tangkis, bahkan tim sepak bolanya berhasil mencapai babak kualifikasi Piala Dunia selama delapan kali berturut-turut, dan itu merupakan rekor terbanyak di Asia.


Tradisi Konfusianisme
Konfusianisme Korea (Yugyo) merasuk ke dalam darah bangsa dan menjadi fondasi kebudayaan yang mengatur sistem moral, pola kehidupan, dan hubungan sosial antar-generasi serta dasar bagi banyak sistem hukum. Sebagaimana diketahui, spirit Konfusianisme mengajarkan bahwa, untuk menjadi sempurna, manusia harus menjalani pendidikan dan latihan yang keras dan terus-menerus. Kualitas itulah yang secara sosial akan menempatkan seseorang di puncak status (meritokrasi). Itulah yang mendorong para orang tua Korea berusaha menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi. Itulah semangat kebudayaan yang melahirkan “demam pendidikan” dan terbukti menempatkan Korea Selatan berada di puncak hierarki dunia. Adalah spirit Konfusianisme juga yang, sebagaimana ditunjukkan oleh The Learning Curve, menempatkan Hong Kong, Jepang, dan Singapura berada di lima besar.


Lalu, apa yang harus dilakukan pemerintah Indonesia agar mampu mengangkat bangsanya dari dasar jurang? Uang memang penting, tapi budaya jauh lebih penting! Hentikan politik diskriminasi pendidikan yang membangun kasta-kasta sekolah unggulan yang berbiaya mahal! Hentikan ujian nasional yang tidak hanya memboroskan dana, tenaga dan waktu, tapi juga lebih parah dari itu, hanya menjadi pemicu “kriminalitas pendidikan” dan memberikan ukuran menyesatkan tentang peringkat kecerdasan seseorang. Lebih tragis lagi, ujian nasional telah menghancurkan tujuan pendidikan: bukannya membangun karakter dan akhlak mulia, melainkan menjadikan para anak didik sebagai hamba angka, peringkat, dan ijazah!

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan harus mampu membangun lembaga-lembaga pendidikan yang bermutu, murah, dan adil serta bisa diikuti oleh seluruh warga negara. Metode pembelajaran harus mampu membahagiakan anak (seperti di Finlandia) sekaligus harus menyehatkan badan (seperti di Korea Selatan), serta harus memperkuat jati diri dan budaya bangsa, serta memberi kesadaran kepada anak dan para orang tua untuk cinta belajar sepanjang hayat (seperti di negara-bangsa bertradisi Konfusian). Itulah makna dari lirik lagu kebangsaan kita: “Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya.”

Yudhistira ANM Massardi
Penulis Buku Pendidikan Karakter dengan Metode Sentra,
dan Pengelola Sekolah Gratis TK-SD Batutis Al-Ilmi di Bekasi

KORAN TEMPO, 26 Januari 2013

Monday, January 14, 2013

Parpol Peserta Pemilu 2014


KPU (Komisi Pemilihan Umum) akhirnya menetapkan dan memutuskan 10 partai politik yang lolos verifikasi faktual sehingga berhak mengikuti Pemilu 2014. Keputusan yang tertuang dalam “Keputusan KPU No.5/Kpts/KPU/2013” ini diambil berdasarkan hasil verifikasi KPUD di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Dari syarat seperti keterwakilan perempuan, keanggotan, dan kepengurusan dari 34 partai yang mengikuti proses verifikasi faktual maka 10 partai dinyatakan lolos dan berhak untuk mengikuti Pemilu 2014.

Keputusan ini juga telah merujuk pada peraturan KPU terkait persyaratan partai politik yang berhak mengikuti dan menjadi peserta Pemilu 2014 yakni memiliki kepengurusan sebanyak 75 persen di tingkat kabupaten/kota dan 100 persen kepengurusan di tingkat provinsi.

Adapun 10 partai politik yang dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2014 adalah:
1.    Partai Nasional Demokrat (NasDem)
2.    Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)
3.    Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
4.    Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P)
5.    Partai Golongan Karya (Golkar)
6.    Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
7.    Partai Demokrat (PD)
8.    Partai Amanat Nasional (PAN)
9.    Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
10.  Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)


Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan bahwa sepuluh partai politik tersebut berhak dan resmi menjadi peserta Pemilu 2014. Sedangkan 24 partai sisanya dinyatakan tidak lolos dengan alasan tidak memenuhi syarat yang ada sebagaimana yang tercantum pada Pasal 8 ayat 2 UU No.8/2012 tentang Pemilu.

Sebanyak 24 partai yang tak lolos verifikasi adalah:
1. Partai Bulan Bintang (PBB)
2. Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP)
3. Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI)
4. Partai Kedaulatan Bangsa Indonesia Baru (PKBIB)
5. Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN)
6. Partai Persatuan Nasional (PPN)
7. Partai Bhinneka Indonesia (PBI)
8. Partai Buruh (PB)
9. Partai Damai Sejahtera (PDS)
10. Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK)
11. Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB)
12. Partai Karya Republik (Pakar)
13. Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU)
14. Partai Kedaulatan (PK-Kedaulatan)
15. Partai Kesatuan Demokrasi Indonesia (PKDI)
16. Partai Kongres (PK-Kongres)
17. Partai Nasional Benteng Kerakyatan Indonesia (PNBKI)
18. Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNI-M)
19. Partai Nasional Republik (Nasrep)
20. Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI)
21. Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI)
22. Partai Republik (PR)
23. Partai Republika Nusantara (Republikan)
24. Partai Serikat Independen (SRI)


Partai Nasional Demokrat (Nasdem) mendapat nomor urut pertama sebagai peserta Pemilu 2014 saat pengundian nomor di kantor Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, Senin (14/1/2013) siang. Bagi Nasdem, nomor 1 merupakan berkah untuk memudahkan komunikasi dengan masyarakat pada kampanye nanti.

“Nomor 1 bagi kami adalah berkah. Kita percaya, meskipun ini bukan takhayul, bahwa semuanya itu sangat tergantung kinerja kita. Dengan nomor 1, Insya Allah ini menjadi modal kita untuk berkomunikasi dengan masyarakat,” ujar Wakil Ketua Umum DPP Partai Nasdem Sugeng Suparwoto.

Sugeng mengatakan, nomor satu sejak awal sudah menyertai Partai Nasdem. Nasdem juga merupakan satu-satunya partai baru yang lolos verifikasi sebagai peserta Pemilu 2014. “Sejak awal kita selalu nomor 1. Dalam verifikasi administrasi KPU waktu itu, nomor satu, juga verifikasi faktual nomor 1. Sekarang nomor urut kita juga nomor 1. Bagi kami ini adalah berkah dan ini adalah amanah yang akan kita laksanakan ke depan, bagaimana kita sebagai partai baru bisa mengubah Indonesia,” katanya.

Sugeng mengaku tak menyangka pengambilan nomor urut yang dilakukan oleh Ketua Umum DPP Partai Nasdem Rio Capela mendapat nomor 1. Ia pun berharap Partai Nasdem akan menjadi nomor satu pada Pemilu 2014.

“Kami hadir untuk menyelamatkan Indonesia. Indonesia harus diselamatkan dengan visi misi yang jelas menyangkut kehidupan ekonomi, politik, sosial budaya, pertahanan, persatuan, dan kesatuan yang harus terus dibangun karena kita melihat indikasi-indikasi bangsa ini mulai retak. Maka itulah Nasdem hadir,” paparnya.


Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) akhirnya mendapatkan nomor urut 2 dalam partisipasinya di ajang pemilu 2014. Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar atau kerap disapa Cak Imin pun menyambut antusias penetapan partai berbasis Nadhatul Ulama ini.

“PKB bersyukur bisa dapat nomor di depan, no 2 artinya nomor kemenangan,” ucap Cak Imin. Dengan berada di posisi nomor 2 dari 10 perserta pemilu, Cak Imin yakin PKB akan bisa meraih sukses di pesta demokrasi yang berlangsung 5 tahun sekali ini. “Semoga nomor (dua) itu membawa kemenangan dan menjadi nomor perdamaian,” jelas Cak Imin yang juga menjabat Menarkertrans ini.

Sementara itu, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Marwan Jafar mengaku tak mempermasalahkan mendapatkan no urut berapa dari angka 1-10. Sebab menurut Marwan bahwa semua angka itu adalah sama dan baik. “Harapannya tentunya mendapatkan nomor yang bagus dan mendapatkan keberuntungan,” ucap Marwan yang juga merupakan Ketua Fraksi PKB di DPR itu.

Senada dengan Marwan Jafar, Politisi PKB Ali Maschan Musa juga berpendapat hal yang sama. Menurutnya semua nomor urut dalam setiap pemilu adalah sama dan baik. “Karena 1 sampai 10 itu sudah jauh lebih mudah dari sebelumnya, jadi nomor berapa pun nggak masalah dan Insya Allah baik,” ucap Ali yang merupakan anggota komisi VIII DPR dan Anggota BK DPR RI ini


Partai Keadilan Sejahtera (PKS) mendapat nomor 3 dalam pengundian nomor urut parpol oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Nomor ini, hanya untuk memudahkan sosialisasi PKS kepada masyarakat.

“Bagi PKS nomor berapa pun tidak masalah. Semua nomor baik,” kata Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq. Menurut Luthfi, berapa pun nomornya tidak masalah. Nomor besar atau kecil juga tidak masalah. “Kami pernah nomor 24 pada tahun 1999. Kemudian tahun 2004 nomor 16, dan tahun 2009 nomor 8. Buat PKS nomor besar pernah, nomor kecil juga punya pengalaman,” kata Luthfi.

“Buat kami, nomor berapa pun tidak masalah. Yang penting kerja keras kader dan simpatisan untuk memenangkan PKS. Dan kami juga selalu berkeyakinan bahwa kemenangan itu datang dari yang di atas,” ujarnya. PKS, lanjut Luthfi, tidak mau terjebak dalam takhayul nomor, yang menganggap nomor tertentu membawa keberuntungan. “Buat PKS semua nomor baik dan membawa keberuntungan asal kita mau kerja keras dan dekat dengan yang di atas,” katanya.

PKS, menurut Luthfi akan segera mensosialisasikan nomor urut parpol hasil undian KPU. Sosialisasi akan dilakukan ke seluruh wilayah Indonesia.


Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) mendapatkan nomor urut empat dalam Pemilu 2014. Menurut Sekretaris Jenderal PDI-P Tjahjo Kumolo, nomor urut empat tersebut adalah wujud konsistensi partai berlambang banteng dalam memperjuangkan pilar kebangsaan. “Nomor ini adalah bukti PDI-P selama ini konsisten memperjuangkan empat pilar kebangsaan. Itu juga pertanda kita menang di empat penjuru mata angin di Nusantara,” kata Tjahjo.

Tjahjo menekankan, landasan historis memperkuat PDI-P senantiasa berjuang bersama rakyat. Sebagai partai yang menjunjung amanat proklamator Indonesia Ir Soekarno, menurut Tjahjo, PDI-P tetap memperjuangkan pidato Bung Karno pada 17 Agustus 1945 tentang empat pilar kebangsaan. Wujud dari kesetiaan bertindak atas pidato tersebut adalah bekerja dengan turun ke bawah berjuang bersama masyarakat.

“Kami selalu siap untuk turun ke bawah, meyakinkan masyarakat bahwa PDI-P dengan lambang banteng moncong putih bisa konsisten dalam memperjuangkan empat pilar. Itu bagian dari mendekatkan NKRI,” pungkasnya.

Seperti kita ketahui, ketika pengambilan nomor urut peserta pemilu, PDI-P hanya diwakili oleh Sekretaris Jenderal Tjahjo Kumolo. Sedangkan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri berhalangan hadir.


Partai Golkar menyambut baik hasil undian nomor urut peserta Pemilu 2014. Hasil undian yang digelar di Kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum), Partai Golkar mendapat nomor urut lima.

“Mempermudah kampanye karena hanya membuka satu tangan,” kata Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Nurul Arifin di Jakarta, Senin. Nurul menambahkan, selain mempermudah kampanye, nomor urut lima itu memiliki nilai historis, yakni Pancasila sebagai ideologi negara dan Panca Bakti yang merupakan ikrar Partai Golkar.

Ketika pengambilan nomor urut peserta pemilu, Partai Golkar diwakili oleh Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie didampingi Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham. Aburizal “Ical” Bakrie mengatakan, partainya akan berusaha lebih dekat dengan rakyat setelah dalam undian itu mendapatkan nomor urut lima. Pasalnya, nomor urut lima mudah diingat rakyat dan mampu membawa Golkar pada kemenangan.

“Allah punya rahasia, manusia tidak bisa membaca. Nomor urut lima bisa saja jadi nomor satu. Kita kan tidak tahu, yang penting berusaha,” kata Ical.

Ical menekankan, kader Golkar telah mempunyai tugas memenangkan partainya. Hal itu, sesuai dengan beban tugas setiap kader untuk membawa Golkar pada hasil maksimal dalam pemilu. Selain itu, kader juga harus memiliki pikiran memajukan rakyat dalam kinerja Golkar. “Itu memperlihatkan pada kita, di partai Golkar, pikiran dan suara Golkar adalah suara rakyat,” pungkasnya.


Partai Gerindra menganggap semua nomor baik untuk menjadi nomor urut peserta pemilu 2014. Menurut Gerindra nomor urut peserta pemilu tak akan mempengaruhi perolehan suara dalam pemilu legislatif. “Rakyat pemilih sudah sangat rasional, tak lagi bersandar pada nomor urut,” kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon.

Hal itu dikatakan Fadli menyikapi hasil pengundian nomor urut peserta pemilu yang digelar di Kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum). Hasilnya, Gerindra mendapat nomor urut enam. Fadli mengatakan, rakyat akan melihat visi, misi, serta kualitas parpol dalam menentukan pilihan.

Menurut dia, yang terpenting bagaimana partainya mampu merebut hati dan pikiran rakyat agar memenangkan pemilu. “Dengan hanya 10 partai, rakyat makin mudah dalam memilih partai yang dianggap dapat mewakilinya,” kata Fadli.

Seperti diberitakan, sepuluh parpol yang lolos sebagai peserta pemilu 2014 telah mendapatkan nomor urut. Ketika pengambilan nomor, Gerindra diwakili Ketua Umum Gerindra Suhardi dan Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani.


Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Nurhayati Ali Assegaf mengaku bersyukur partainya mendapatkan nomor urut tujuh sebagai peserta pemilu. Ia pun berseloroh, Demokrat bisa terus membubung tinggi hingga langit ketujuh.

“Lagunya jadi bintang tujuh di langit yang biru,” ujar Nurhayati menirukan lagu “Bintang Kecil.” Nurhayati juga mengatakan bahwa angka tujuh secara tidak sengaja sama dengan nomor kantor DPP Partai Demokrat. “Angka tujuh adalah alamat DPP Demokrat di Jalan Kramat Nomor 7,” ucapnya.

Dengan penetapan nomor urut ini, Nurhayati menyatakan, pihaknya akan terus bekerja keras. Semua anggota DPR dari Fraksi Demokrat yang berjumlah 148 orang pun sudah siap mencalonkan diri lagi. “Setelah ini, kami akan sosialisasikan angka 7 supaya lebih mudah diingat masyarakat,” kata Nurhayati lagi.

Ketika pengambilan nomor urut peserta pemilu dilaksanakan, Partai Demokrat diwakili Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum yang didampingi Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono.

Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum menyambut baik hasil pengundian nomor urut peserta Pemilu 2014 yang digelar di Kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum), dimana Partai Demokrat mendapat nomor urut tujuh.

“Berapa pun nomor urutnya, bagus. Buat Partai Demokrat, angka tujuh itu adalah angka yang bagus,” kata Anas seusai pengundian. Anas mengaku tak percaya dengan hal-hal yang berbau klenik jika nomor tertentu membawa keberuntungan. Pihaknya tetap mensyukuri berapa pun nomor urut itu.

“Ini undian nomor urut, bukan undian buntut dan bukan klenik. Karena itu, angka tujuh angka yang kami syukuri. Kami yakin angka itu penuh berkah dan membawa Partai Demokrat pada tujuan sebagai parpol yang semakin besar berkontribusi dan berperan bagi bangsa,” kata Anas.

“Nomor 9 itu keberuntungan Pemilu 2004. Nomor 31 keberuntungan Pemilu 2009. Nomor 7 keberuntungan Pemilu tahun 2014. Jadi, artinya tiap pemilu, Partai Demokrat Insya Allah beruntung terus. Mengapa beruntung? Ini karena Insya Allah dipercaya dan dipilih oleh rakyat.”


Partai Amanat Nasional (PAN) mengantongi nomor urut 8 untuk berlaga dalam pemilu 2014. Ketua Umum DPP PAN Hatta Rajasa menilai nomor delapan adalah modal untuk mengantongi hasil maksimal dalam pesta rakyat lima tahunan itu.

“Pada dasarnya nomor itu sama semua, tidak ada yang istimewa. Semua nomor baik, 1 sampai 10. Kita yakin menang soalnya persiapan sudah jauh,” kata Hatta.

Hatta menjelaskan, partainya belum menyiapkan jargon tertentu guna mempopulerkan nomor delapan. Menurutnya, PAN akan segera menyiapkan tim untuk mempopulerkannya. Yang jelas, jargon tersebut akan dipersiapkan semenarik mungkin agar PAN bisa menang. “Nanti ada timnya sendiri,” pungkasnya.

Seperti kita ketahui, Hatta Rajasa datang langsung (tidak diwakilkan), ketika mengambil undian nomor urut parpol.


Partai Persatuan Pembangunan bersyukur mendapatkan nomor urut sembilan sebagai peserta Pemilu 2014. Pasalnya, nomor itu sesuai dengan harapan PPP. Sekretaris Jenderal PPP Romahurmuzy atau akrab disapa Romi mengatakan, angka sembilan mudah untuk digunakan dalam sosialisasi partai karena sederhana untuk jargon. “Jangan lupa, tanggal 9 (April 2014) nanti coblos nomor 9,” kata Romi.

Menurut Romi, angka sembilan juga memiliki histori lantaran Pemilu 1999 PPP juga mendapat nomor urut sembilan. Ketika itu, perolehan suara PPP berada di tiga besar. “Tidak berlebihan bila PPP berharap menjadi tiga besar kembali. Angka sembilan juga sosiologis karena pendakwah Islam generasi pertama adalah Wali Sembilan (Wali 9). Sehingga ini pertanda kembali besarnya PPP dalam Pemilu 2014,” kata Romi.

PPP, tambah Romi, menyiapkan sembilan langkah strategis untuk menghadapi Pemilu 2014. Pertama, mempertahankan perolehan suara pada Pemilu 2009 yang mencapai 5,7 juta suara. Kedua, mengambil kembali suara yang pernah menjadi milik PPP di basis Pemilu 1999 yang mencapai 11,2 juta suara.

PPP, kata Romi, akan berupaya merebut simpati pemilih pemula yang mencapai seperempat dari total pemilih di tahun 2014. Keempat, membuka 30 persen kuota pencalegan pada parpol yang tak lolos sebagai peserta pemilu. Kelima, melakukan silaturahim yang intensif dengan semua parpol Islam.

“Keenam, mencetak 1,9 juta atau 3 kader inti di setiap 631.000 TPS. Ketujuh, meneruskan perjuangan Wali Sembilan dengan memperjuangkan pelegalan nilai syariat di Nusantara melalui peraturan perundangan dan perda dalam bingkai NKRI. Delapan, memenuhi 30 persen kuota perempuan dalam pencalegan. Sembilan, menempatkan caleg bersih, kompeten, dan amanah,” pungkas Romi.


Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) mendapatkan angka 10 saat pengundian nomor urut peserta Pemilu 2014 yang digelar di kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum. Meski berada pada nomor urut paling akhir, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto mengatakan bahwa nomor 10 adalah angka yang sempurna. “Tidak boleh takhayul. Paling tidak kalau kita bicara makna, nomor 10 itu angka sempurna. Kalau ujian, nomor 10 itu paling bagus,” ujar Wiranto.

Hanura pun, kata Wiranto telah siap menghadapi Pemilu 2014 dengan mendekati hati rakyat. Wiranto sendiri sejak awal telah diusung menjadi calon Presiden dari Partai Hanura. “Strateginya kita pakai slogan yang mampu meyakinkan rakyat bahwa partai Hanura memang partai yang memberikan keyakinan masyarakat bahwa legislatif, eksekutif dan yudikatif ke depan akan pakai hati nurani kepada rakyat,” ujar mantan Panglima ABRI tersebut.

Di samping itu, Wiranto mengaku hingga kini belum mendapatkan pasangannya atau calon wakil presiden (Cawapres). “Bagi saya sendiri satu peluang untuk berjuang memberikan yang terbaik bagi negeri ini. Namun cawapresnya belum ada,” katanya.

Wednesday, January 2, 2013

Jurnal yang Melampaui Jurnalisme


Dalam naskah klasik Nagara Krtagama (1365 M), Mpu Prapanca dengan rendah hati menyebutkan bahwa apa yang dibabarkannya hanyalah catatan perjalanan sang Prabu Hayam Wuruk mengelilingi dan melihat keragaman desa (Desawarnana). Pada bagian akhir pupuh 375-6, ada tambahan bahwa penggambaran tentang desa dan desa semata tidaklah lengkap dan belum selesai. Ia harus dirampungkan dengan catatan tentang sang kala dan pengetahuan tentang lambang (citra, patra).

Banyak pihak mengandaikan naskah Nagara Krtagama (Desawarnana) sebagai naskah jurnalistik pertama Nusantara karena syarat dasar 5W1H (apa, siapa, kapan, di mana, mengapa, dan bagaimana) terekam jelas. Naskah ini membalikkan tradisi penulisan yang berpusat pada dewa dan kahyangan menjadi catatan perjalanan manusia dan desa di bumi. Waktu sejarah disusupkan dalam peristiwa keseharian, dicatat dan diberi tanda.

Jika demikian adanya, agaknya hampir tujuh abad, harapan Mpu Prapanca dapat digenapkan oleh himpunan catatan perjalanan Ekspedisi Cincin Api, yang dirangkum dalam bentuk buku oleh Ahmad Arif dengan judul Ekspedisi Kompas: Hidup Mati di Negeri Cincin Api. Buku itu akan diluncurkan Rabu malam ini di Bentara Budaya Jakarta.


Desa, Kala, Patra
Mengikuti Ekspedisi Cincin Api yang ditampilkan secara reguler di koran, melalui daring sosial, dan Kompas TV, ternyata berbeda dengan membaca bukunya. Keserentakan, kebaruan, dan watak media —meski mewartakan hal yang sama— justru melahirkan sensasi pengalaman yang berbeda.

Melalui buku, kita diajak untuk terlibat sekaligus mengambil jarak. Pembacaan teks menuntut sebuah bingkai dan cara pandang, sesuatu yang tak diperlukan saat menonton di multimedia. Buku memadatkan semua pengalaman bersama dan rangkaian peristiwa sebagai pengalaman eksistensial. Masa yang jauh ditarik dalam perbincangan sehari-hari, sementara sebuah tempat tidaklah diwakili dengan nama saja, tetapi berubah sebagai sebuah tanda, sebuah torehan dalam sejarah.

Dalam buku ini, Tambora, Krakatau, dan, Toba misalnya, tidaklah merujuk pada sebuah tempat atau lanskap geologis semata. Nama itu mewakili sebuah peristiwa, sebuah penanda dalam waktu, yang mengawali atau mengakhiri sebuah masa.

Ekspedisi ini membawa para ahli arkeologi, botani, geologi, antropologi, bahasa, dan sejarah dalam suatu karnaval untuk membuat peta baru. Peta yang ditenun dari pengetahuan dan ingatan, dari penelitian dan dugaan, dari keyakinan dan mitos. Membaca ekspedisi Cincin Api dengan kekayaan sejarah alamnya menyadarkan kita bahwa hiruk pikuk politik hanyalah pernik atau kebetulan dalam sejarah.


Dengan caranya sendiri, ekspedisi mengajak pembacanya untuk melakukan penziarahan bersama dalam melacak sekaligus menyusun identitas diri. Bahwa kita mewarisi tanah dan air yang mudah goyah dan dibentuk setiap saat, mewarisi gairah untuk mati dan gairah untuk hidup yang sama besarnya.

Karena itu, jurnalisme yang melatari dan menghasilkan Cincin Api bukanlah jurnalisme biasa. Berbeda dengan jurnalisme investigatif yang berusaha menyingkap hubungan kausal peristiwa dengan kritis dan mendalam. Juga bukan jurnalisme baru yang mengembalikan narasi dan bahasa pada kehangatan hidup manusia.

Jurnalisme Cincin Api mencoba membabarkan sekaligus melampaui peristiwa, sebuah rekaman yang bersifat antisipatoris. Ia meletakkan alam, benda-benda, peristiwa, ingatan, pengetahuan, bencana, dan daya hidup dalam sistem kesadaran bersama. Masa lampau yang panjang dan masa kini dipadatkan untuk menyusun tindakan (antisipasi) bagi mereka yang belum lahir.

Jurnalisme ini memadukan dengan organik, kesatuan antara desa (ruang, alam); kala (waktu, bencana); dan patra (lambang, logos). Dengan memadukan kecerdasan kolektif melalui teknologi digital, kita sedang menyaksikan apa yang sementara ini disebut beyond journalism atau jurnalisme yang melampaui.

Nusantara yang kaya raya, baik kandungan alamnya, gunung dan samudra, fauna, flora, dan berbagai macam bangunan yang sangat indah.

Gunung dan Samudra
Berbeda dengan ekspedisi Kompas sebelumnya, Anyer-Panarukan, Bengawan Solo, Kapuas, ataupun Nusa Tenggara yang menggunakan pendekatan investigatif dalam pelaporan jurnalistiknya, Ekspedisi Cincin Api, sesuai dengan namanya, memilih gunung dan samudra sebagai desa penjelajahan.

Dalam kepercayaan Nusantara, gunung bukanlah tempat netral, melainkan pusat jagat tempat pertemuan dunia atas dan bawah, pertemuan antara yang sakral dan profan, antara kehidupan dan kematian. Masyarakat Nusantara percaya adanya Dewa Gunung, sebagai dewa tertinggi yang mengatasi dewa yang datang kemudian. Hyang Acalapati pada masa Hayam Wuruk atau Parwataraja pada masa Airlangga (Kakawin Arjunawiwaha) atau Parwatandtha (Nagara Krtagama) dan Girindtha (Sutasoma). Namun, gunung tidaklah berdiri sendiri, tetapi berpasangan secara organis dengan samudra, yang kemudian melahirkan konsep dasar Segara-Giri sebagai rujukan istilah tanah dan air.

Membaca catatan perjalanan tentang Tambora (1815), Krakatau (1883), Agung (1963), Merapi (2010), dan Gamalama, sama memukaunya dengan pemaparan tentang tsunami Aceh, Padang, atau Pangandaran. Semuanya mengantar pada kesadaran betapa ringkihnya kita hidup dalam sabuk bencana. Namun dengan caranya sendiri, masyarakat mampu mengelola kecemasan dan harapannya.

Saya tergoda untuk membandingkan, apa yang dilakukan oleh Ekspedisi Cincin Api ini dengan perjalanan Danhyang Nirartha yang melakukan penziarahan dari gunung ke gunung dan dari samudra ke samudra.

Taufik Rahzen, seorang tokoh budayawan pendiri Newseum Indonesia.

Saat mulai runtuhnya Majapahit dengan mulai bangkitnya Islam, Rsi Nirartha melakukan perjalanan Dharmayatra (1489 M) dari Semeru, Bromo, Blambangan, Agung, Rinjani, dan Tambora selama 20 tahun. Ia berinteraksi sekaligus membangun komunitas. Jika di gunung ia meninggalkan pura pemujaan yang indah dan komunitas plural yang kuat, di pantai samudra ia meninggalkan warisan yang kita kenal saat ini dengan Tanah Lot, Uluwatu, Ponjok Batu, Sakenan, dan puluhan pura indah lainnya sepanjang perjalanan. Ia jadikan tempat penziarahannya sebagai sistem pengetahuan yang dapat dinikmati bergenerasi-generasi.

Bagi Nirartha, tujuan perjalanan sesungguhnya adalah bagaimana mengabadikan candi sastra, di mana keindahan, kebenaran, keabadian, dan kesucian dapat dialami bersama dalam komunitas. Hal itu dapat dicapai melalui penerapan keseimbangan rasa, basa, masa, dan yasa. Keserasian rasa seni, bahasa pengetahuan, masa sejarah, dan monumen karya yang berpadu pada keseimbangan hidup yang menjadikan abadi dan bermakna.

Setahun lalu, saat memperingati hari Jurnalistik Indonesia, 7 Desember 2011, Newseum Indonesia memberikan Anugerah Tirto Adhi Soerjo untuk Ekspedisi Cincin Api atas pencapaiannya yang menggetarkan dalam tradisi jurnalistik. Ekspedisi ini secara kreatif melanjutkan tradisi besar Prapanca dan Nirartha, tetapi sekaligus membuka pemahaman baru terhadap diri kita, komunitas, dan lingkungan di mana kita bertahan hidup.

Taufik Rahzen
Pendiri Newseum Indonesia,
Dewan Kurator Anugerah Tirto Adhi Soerjo

KOMPAS, 12 Desember 2012