Wednesday, June 25, 2014

Pemerintah Membiarkan Pers Terbelah


Berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan umum, berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, fungsi pers adalah mendidik. Mengemukakan persoalan dan menawarkan pencerahan. Dalam perspektif kebebasan berekspresi sesuai dengan konsep clean and good governance, tugas media massa adalah membantu mengupayakan well-informed voters. Sekitar 190 juta pemilih dibantu mendapat pasokan fakta dan kebenaran yang tersedia cukup dan berimbang tentang rekam jejak para kontestan: partai politik, calon legislator, calon presiden, dan calon wakil presiden.

Pelaksanaan fungsi dan tugas itu kini bermasalah. Pertama, media dituduh sebagai penyebab turunnya elektabilitas parpol. Dalam Rapimnas Partai Demokrat di Jakarta (18/5/2014), Ketua Umum Partai Demokrat SBY mengemukakan, “Suara Partai Demokrat merosot tajam, juga karena digempur habis-habisan oleh televisi dan media cetak.

Kedua, pemerintah SBY membiarkan enam stasiun televisi milik penguasa parpol melanggar perundang-undangan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan kewenangannya, menjelang hangatnya kampanye pemilihan legislatif, telah merilis penilaiannya bahwa TVOne, ANTV, RCTI, Global TV, MNCTV, dan Metro TV melanggar peraturan bahwa program siaran dilarang dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi pemilik lembaga penyiaran yang bersangkutan dan atau kelompoknya.


Ketua KPI Judhariksawan, di Jakarta (2/6/2014), menjelaskan bahwa lima media televisi nasional dinilai tidak netral dalam menyiarkan kegiatan capres-cawapres. TVOne, RCTI, MNCTV, dan Global TV dinilai memberikan porsi pemberitaan lebih banyak kepada pasangan Prabowo-Hatta. Sementara itu, Metro TV dinilai memberikan porsi pemberitaan lebih banyak kepada pasangan Jokowi-Kalla.

Ketiga, kampanye hitam yang menyesatkan rakyat dibiarkan. Kini pun kampanye hitam yang meracuni benak rakyat kita sedang memasuki panggung media massa, utamanya lewat media sosial. Menurut Direktur Komunikasi Indonesia Indicator, Rustika Herlambang, di Jakarta (22/5/2014), sepanjang 2014 terdapat 5.551 pemberitaan yang berkaitan dengan kampanye jahat. Sebanyak 1.515 ekspose berita kampanye jahat tentang capres Jokowi dan 743 kampanye jahat tentang capres Prabowo. Kampanye jahat didasarkan pada tuduhan tidak berdasarkan fakta dan merupakan fitnah.

SBY mengharapkan pers mengawal demokrasi. Untuk mengatasi persoalan media sebagaimana dikemukakan, sebagai sahabat pers, Presiden SBY pun diharapkan mengawal pers dalam melaksanakan tugasnya mengawal demokrasi. Pertama, kembali memberi contoh dengan mengadukan pers yang memfitnah ke Dewan Pers. Berita negatif yang terindikasi beriktikad buruk pun dapat di-KUHP-kan.


Kedua, pemerintah jangan membiarkan media televisi terbelah. Penegakan hukum terhadap stasiun televisi yang melanggar hukum bukan wewenang KPI atau Bawaslu. Pasal 36 ayat (4) UU Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran menyebut, “Isi siaran wajib dijaga netralitasnya dan tidak boleh mengutamakan kepentingan golongan tertentu.” Sementara itu, pasal 55 mengatur, pelanggar pasal di atas dapat berakibat terkena sanksi administratif.

Ketentuan pemberian sanksi berupa denda, penghentian siaran, pembekuan kegiatan siaran, atau pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran mestinya disusun oleh pemerintah. Karena ketentuan pemberian sanksi sampai sekarang belum juga dibuat oleh pemerintahan SBY, maka pelanggaran UU oleh sejumlah media televisi hingga kini masih terus berlanjut.

Hanya dengan adanya ketentuan pemberian sanksi bagi para pelanggar, maka temuan KPI bisa diteruskan ke jalur hukum. Pembiaran tanpa ketentuan pemberian sanksi oleh pemerintah selama ini adalah penyebab pers media televisi menjadi terbelah.


Ketiga, penegakan hukum terhadap pelaku kampanye hitam sungguh sangat mendesak. Karena kampanye hitam telah membodohi dan menipu masyarakat.

Presiden SBY sebagai the national policy and decision maker tidak cukup hanya berkicau lewat Twitter, “Saya tidak menginginkan jika kompetisi pilpres saling menghancurkan dengan kampanye hitam.” Presiden patut menugasi Polri dan BIN untuk menemukan pelakunya. Dulu Bakin selalu mengetahui ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan, bahkan sekecil jarum pun yang menerpa negeri ini. Publik perlu tahu pelakunya, kawan atau lawan, misalnya sisa-sisa G30S/PKI atau Nekolim?

Media sosial yang tidak jelas identitasnya dan sumbernya, dan kegiatannya menyebarkan dusta, fitnah, dan kebencian, sama saja dengan surat kaleng yang menyebarkan desas-desus dusta dan fitnah. Apabila Menkominfo berani memblokir media seperti itu tentu saja tidak melanggar HAM.

Sebagai sahabat pers, Presiden SBY perlu bekerjasama dengan pers untuk mengupayakan media agar tidak terbelah. Dengan demikian, pers mau dan mampu membangun demokrasi yang mempersyaratkan kematangan serta fair play.

Sabam Leo Batubara,
Wartawan Senior
TEMPO, 23 Juni 2014

Sunday, June 8, 2014

Kecewa pada Tokoh-Tokoh Panutan yang Berkampanye Hitam


Seakan kehabisan amunisi, satu per-satu jurus “bencilah dia!” diluncurkan. Slogan-slogan sederhana, ungkapan-ungkapan singkat tanpa makna, dari cara halus sampai terang-terangan, semua tertuju pada satu tujuan, “bencilah dia!”

Ada beberapa pertanyaan, ada yang bisa bantu jawab? Karena pertanyaan ini adalah pertanyaan yang juga sama dengan pertanyaan milik ratusan bahkan mungkin jutaan warga Indonesia.

Kalau Prabowo memang terbukti terlibat dalam kasus penculikan tahun 1998, mengapa PDI-P dalam pemilu tahun 2009 mau menggandeng beliau dan menyatakan dia adalah sosok yang bersih? Bersih dari isu kasus ‘98 itu?

Kalau Prabowo memang terbukti terlibat dalam kerusuhan Mei ‘98, lalu mengapa ketika negara sangat kacau kala itu, beliau malah ditolak saat meminta bantuan pesawat Hercules pada Panglima TNI saat itu, dan akhirnya Prabowo harus mencarter pesawat sendiri?

Kalau Prabowo memang terlibat kasus HAM ‘98, mengapa saat negara chaos karena kerusuhan di Jakarta, Panglima TNI saat itu malah ‘plesir’ ke Malang hanya untuk menghadiri upacara seremonial yang sebenarnya bisa diwakilkan?

Kalau Prabowo memang terlibat kasus penembakan ‘98, lalu kenapa peluru kaliber yang digunakan ternyata adalah milik Polri? Padahal satu-satunya pihak yang memiliki garis komando kepada Polri saat itu hanyalah Panglima TNI!

Kalau Prabowo memang sudah terbukti terlibat dalam berbagai kasus ‘98, apa bukti otentik secara hukum yang memutuskan secara legal, formal dan sah, bahwa Prabowo memang benar-benar bersalah?

Menhankam/Pangab Jenderal Wiranto bersama Presiden Soeharto.

Sebenarnya banyak orang yang sudah tahu!

Sebenarnya mereka, orang-orang PDI-P juga sudah tahu!

Mereka tahu siapa sesungguhnya dalang sebenarnya, yang kini justru jadi mitra koalisi mereka sendiri.

Mereka tahu, karier gemilangnya Prabowo dihancurkan oleh karena ambisi sang Panglima TNI saat itu!

Mereka tahu bahwa Prabowo adalah sosok yang bersih, dan layak menjadi pemimpin negeri ini. Makanya mereka senang dan cocok untuk berkoalisi dengan Prabowo dalam Pemilu 2009 yang lalu.

No comment !!!

Lalu, mengapa kini, isu-isu basi yang penuh rekayasa itu ditiupkan lagi? Apa karena capres kalian sebenarnya tak punya kelebihan?

Saat bahasa Inggris capres kalian yang berantakan dan jadi bahan tertawaan orang asing, malah dikatakan: "Merakyat!" Bukankah ini sudah gila?! Karena ini terkait martabat bangsa di dunia internasional! Soekarno, yang kalian agung-agungkan saja begitu berapi-apinya saat berbicara dan berpidato dalam bahasa Inggris, sehingga negara-negara asing pun menjadi ciut! Bayangkan sekarang ketika calon kalian itu sudah jadi presiden, dan saat berpidato bahasa Inggris lantas diketawakan oleh para tokoh-tokoh dunia. Dan ketawa mereka bukan karena lucu, tapi karena sama sekali “nggak lucu!” alias konyol !!! Apa kata dunia !?

Saat capres kalian begitu tegang dan kaku tutur kata dan gaya bicaranya, eh …, malah dikatakan; “Memang dia bukan jago pidato, tapi jago kerja!

Anies Baswedan (atas) dan Wanda Hamidah (bawah), dua orang pintar pendukung Jokowi-JK.

Oh ya? Kerja?
Ada pertanyaan lain tentang kerja. Tolong bantu kita warga negara Indonesia untuk menjawab.

Apa kinerja dan prestasi yang sudah diberikan selama menjabat jadi Gubernur DKI? Jangan malah ngeles; “Ya, wajarlah belum 2 tahun ….” Kalau memang paham dan menyadari itu, kenapa jadi kutu loncat?

Tuntaskan kerjaan dulu dong, baru bicara prestasi!

Ya, kami kecewa saat tokoh-tokoh dan publik figur dengan santainya berbicara, memutarbalikkan fakta, dan dengan entengnya memakai kepintarannya untuk membodohi masyarakat Indonesia.

Untungnya, Tuhan tak bisa kau bodohi juga!

Dan kalian hanya bisa berkampanye dengan cara ‘bencilah dia!’

Fadjroel Rachman (kiri) dan Budiman Sudjatmiko (kanan).

Tokoh yang Berkampanye Halus tapi Hitam
Anies Baswedan bilang: “Kami hanya ingin membantu orang baik. Kalau kita memilih pemimpin yang bermasalah nanti kita akan ikut kena masalahnya.

Sungguh halus cara kampanyemu wahai Anies, seorang Rektor muda yang berpendidikan tinggi. Anda itu benar-benar pintar atau sok berlagak pintar? Pura-pura tidak paham politik atau memang sebenarnya tidak paham politik?

Juga omongan politikus PAN, Wanda Hamidah: “Nanti (kalau Prabowo menang) kita punya anak terus hilang, enggak pulang-pulang (diculik) karena mengkritisi pemerintahan ... baru nyesel ....

Gerakan hari ini sekedar mengingatkan saja, bahwa kita pernah menentang sistem otoriter (Orba). Enggak enak hidup di zaman itu,” ujar Wanda.

Sungguh cerdas ucapanmu wahai artis cantik, seorang kader PAN yang kini omongannya bukan hanya menukik tajam, tapi juga menghujam dan menikam partai yang selama ini sudah membesarkannya.


Dan fitnah yang membawa-bawa nama cawapres pasangannya juga ikut dibahas.

Tokoh PRD, Budiman Sudjatmiko, yang kini jadi anggota DPR-RI dari PDI-P, juga mencuit melaui twitter: “Pantas kita tak bisa berdaulat di bidang energi: (“@ rahung: @ killthedj, Hatta Radjasa Diduga Terlibat Mafia Migas!

Sungguh cerdas engkau Budiman, bukumu sudah 2 jilid dan tebal-tebal, tapi komentarmu yang ringan dan mulus (telanjang) menunjukkan kualitasmu sebenarnya. Begitu mudahnya kau berkicau meskipun kental dengan fitnah.

Dan tak mau ketinggalan, aktivis Fadjroel Rachman, juga berkata: “Urusan lain belakangan, yang penting culik dulu! tangkap dulu!

Sungguh jujur engkau wahai mantan aktivis yang kini lalu lalang di televisi, sungguh mencerahkan kata-katamu. Padahal kamu dulu yang mengalami langsung juga tahu, kalau aktor dan dalang yang sebenarnya adalah “orang itu” yang sekarang berada di koalisimu.


Bisakah ???
Bisakah kalian berkampanye dengan menunjukkan: “Apa Kehebatan Calon Presiden Kalian ?!

Apa kalian hanya ingin berkampanye dengan selalu mengatakan: “Aku takut dengan dia! Karena banyak desas-desus. Makanya aku tak pilih dia!

Apakah kalian memilih presiden hanya sebagai pelarian semata? Sehingga urusan mampu atau tidak, sanggup atau tidak, layak atau tidak adalah urusan belakangan?

Apakah kalian memang ingin memenangi pertandingan dengan cara “diving”*) dan meminta-minta wasit agar memberi penalti? Kemenangan dari titik putih (penalti) hasil diving, adalah kemenangan yang najis!

Relakah kita dipimpin oleh kemenangan dari hasil sandiwara dan dusta dimana-mana?

Maka, siapapun idola Anda, silakan. Ini negeri bebas dan merdeka, tapi tidak untuk bohong, dusta dan sandiwara! Berkampanyelah dengan sikap ksatria. Tunjukkanlah keunggulan calon-calon Anda. Berhentilah membodohi masyarakat, karena kalian sudah dianugerahi Tuhan sebagai orang-orang yang pintar, cerdik dan cendekia.

Dan tentu saja, Tuhan tidak bisa kalian bodohi!
Salam Damai.

Wassalamu ‘alaikum Wr Wb.

Catatan:
*) Diving (dialihkan dari bahasa Inggris: menyelam), adalah istilah dalam dunia sepak bola yang mengacu pada tindakan pemain yang sengaja beraksi seperti terjatuh dan kesakitan setelah menerima perlakuan baik sengaja, tidak sengaja, atau yang lebih ekstrim bahkan hanya disentuh oleh lawan. Diving biasa dilakukan agar pemain dan timnya mendapatkan keuntungan berupa tendangan bebas, tendangan penalti, bahkan dikeluarkannya pemain lawan yang dianggap mengasari pemain yang melakukan diving. (wikipedia.org)

Sumber:
Kevin Julianto
http://politik.kompasiana.com/2014/06/07/jujur-aku-kecewa-tokoh-tokoh-panutan-yang-berkampanye-hitam-660321.html