Hidup makin tegang dengan jarak rumah yang semakin jauh dari tempat kerja. Jam kerja yang lebih panjang daripada sebelumnya, dan ditambah lagi, kemacetan di jalan raya. Mal dan kungkungan beton menggantikan alam terbuka sebagai tempat rekreasi dan teknologi informasi telah mengubah cara kita berinteraksi. Belum lagi setiap hari kita membaca berita menakutkan, seperti penjualan narkoba yang dikemas menarik untuk anak-anak, kekerasan seksual, dan banyak berita buruk lagi yang lainnya.
Dengan kesempatan untuk mendampingi dan mengawasi anak yang makin terbatas, jadilah orangtua merasa bingung, serba salah, panik dan tak berdaya. Belum lagi ketika tidak ada dukungan atau bahkan banyak dipersalahkan oleh lingkungan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan buku Helping Parents in Developing Countries Improve Adolescents' Health (2007), menjelaskan temuan program dan penelitian di 34 negara yang dapat kita ambil sebagai model pembelajarannya.
Marilah mengatur napas untuk menghilangkan rasa panik dan dengan tenang mempelajari bahwa peran orangtua, atau orang dewasa yang mendampingi anak, memiliki lima dimensi. Orangtua perlu (a) memastikan keterhubungan dengan anak (koneksi, kasih sayang), (b) mengajarkan batasan berperilaku, (c) menjadi teladan berperilaku yang tepat, (d) menghormati individualitas anak, serta (e) menyediakan kebutuhan sekaligus melindungi anak.
Anak dan remaja yang merasa ditolak, tidak dipedulikan, atau diperlakukan menyakitkan akan tumbuh dengan perasaan marah, rasa diri kurang berharga, dan emosi yang tidak stabil. Mereka lebih mudah masuk dalam perilaku berisiko, seperti narkoba, melampiaskan kemarahan lewat kekerasan, atau lebih dini melakukan hubungan seksual. Sebaliknya, yang merasa diterima oleh orangtua akan kurang tertarik untuk melakukan berbagai perilaku berisiko, mampu berkata tidak terhadap ajakan seksual, dan lebih mampu mengembangkan jati diri.
Kasih sayang dan keterhubungan perlu dibarengi dengan peran orangtua dalam mengajarkan batasan perilaku. Menyayangi bukan berarti memanjakan atau selalu mengiyakan keinginan anak. Mengajarkan batasan bukan pula berarti memarah-marahi, melarang-larang, atau tidak mempercayai anak. Menyayangi berarti orangtua tahu teman dari anak, dengan siapa anak pergi (apalagi di malam hari), apa yang dilakukan anak di waktu senggang. Orangtua memantau, mensupervisi, memberlakukan aturan yang sehat ––tidak terlalu ketat, tapi juga jangan terlampau longgar–– serta memberikan sanksi yang wajar dan tepat untuk perilaku yang salah.
Orangtua sering lupa bahwa meskipun anaknya berusia kanak-kanak atau remaja, orangtua tetap harus bisa menghormati anak sebagai pribadi. Orangtua perlu menahan diri untuk tidak terlalu mengatur atau mengendalikan anak. Orangtua perlu memberi kepercayaan kepada anak (misal: dalam memilih hobi atau aktivitas), membiarkan anak memiliki waktu pribadi, serta tidak membanding-bandingkan anak secara tidak adil dengan anak lain.
Dengan cara di atas, orangtua dapat membantu anak mengenal diri, mengembangkan jati diri, cita-cita dan tujuan hidup, serta tanggung jawab atas diri sendiri. Anak yang merasa sangat diatur-atur dan tidak dipercaya mungkin dapat kehilangan kepercayaan diri atau bahkan akan mengembangkan masalah-masalah, seperti depresi atau melarikan diri kepada berbagai perilaku berisiko.
Hal penting yang juga sering dilupakan para orangtua adalah menjadi teladan perilaku positif. Memiliki orangtua yang berperilaku positif membuat anak memiliki contoh yang juga positif mengenai bagaimana berhubungan dan memperlakukan orang lain, bagaimana bersikap dan bertanggung jawab, bagaimana menangani persoalan dan menyelesaikan konflik. Jika kita sendiri berperilaku kacau dan tidak dapat diteladani, bagaimana mungkin dapat mengharap anak-anak kita berperilaku terpuji?
Hal yang sulit bagi sebagian orangtua adalah memenuhi berbagai kebutuhan anak dan menyediakan lingkungan yang melindungi karena kondisi dan pendapatan orangtua yang terbatas. Misalnya, terpaksa tinggal di lingkungan yang kurang aman, anak bersekolah di sekolah yang kurang baik, atau orangtua tinggal terpisah.
Jika demikian halnya, orangtua perlu mencarikan sumber daya yang dapat mengkompensasi keterbatasan itu. Misalnya, berhubungan lebih intensif dengan guru, meminta dukungan dari keluarga besar, atau mengembangkan sikap saling dukung di antara tetangga. Dalam berbagai keterbatasan, sebaiknya orangtua tetap berupaya maksimal menjalankan peran-peran yang ada, termasuk mendampingi anak dalam belajar. Keikutsertaan orangtua dalam pencapaian pendidikan anak terbukti meningkatkan aspirasi keberhasilan anak.
Agar anak dan remaja dapat tumbuh kembang dengan optimal, tampaknya pemerintah dan kelompok-kelompok dalam masyarakat perlu membantu dengan menyediakan program yang dapat mengoptimalkan peran orangtua dan keluarga dalam mendampingi anak. Orangtua perlu paham mengenai isu-isu anak dan remaja, terampil berkomunikasi dengan anak, serta paham pula bagaimana mengelola tekanan hidup dan stresnya sendiri sebagai orang dewasa dan orangtua. Orangtua perlu saling terhubung dengan para orangtua lain dan dengan berbagai layanan yang tersedia. Dalam setiap kesempatan, selalu tunjukkan bahwa ayah dan ibu bekerja sama saling mendukung dalam mendidik anak.
Dunia memang sedang berubah sangat pesat dengan karakteristik tantangan yang berbeda dan lebih kompleks daripada masa sebelumnya. Kita sulit menyelesaikan masalah dengan kembali ke cara lama. Namun menyalah-nyalahkan orangtua juga dapat membuat orangtua makin bertambah panik dan tidak efektif dalam menjalankan perannya.
Untuk itu dibutuhkan konsep baru dalam rangka menguatkan keluarga dan memastikan anak serta remaja dapat tumbuh dan berkembang secara optimal agar menjadi generasi masa depan yang mampu menjaga dan memajukan masyarakatnya.
Kristi Poerwandari,
Penulis Kolom PSIKOLOGI Kompas Sabtu
KOMPAS, 8 Mei 2016
No comments:
Post a Comment