Konon Zaman Orba dulu buku tersebut dilarang tapi sekarang banyak beredar di toko-toko buku bahkan teks asli dalam bentuk pdf juga sudah banyak di internet.
Inilah klaim Max I Dimont si penulis buku tersebut, dalam penggalan kata pengantar bukunya, Jews, God and History, “Perabotan Dunia Barat adalah Yunani, namun rumah tempat mereka tinggal adalah Yahudi.”
Salah satu ‘Perabot’ yang dibangga-banggakan oleh Barat kepada dunia adalah ‘Demokrasi’ !!!
Hampir semua sistem tatanan sosial atau negara yang melibatkan partisipasi rakyat, oleh Dunia Barat di klaim sebagai sistem Demokrasi.
Dan kita ikutan-ikutan membeo seolah tak percaya diri, ‘sistem ketatanegaraan berdasar Pancasila’ dengan ‘Musyawarah Mufakat’, dan ‘Perwakilan’ dilabeli Demokrasi. Yah, mirip-mirip pedagang, biar keren, ke barat-baratan, ‘wedang Jahe’ dilabeli ‘coffee ekspresso’. Ini sekedar contoh ekstrim untuk menggambarkan betapa besar perbedaan antara Sistem Politik Pancasila dengan Sistem Demokrasi.
Kenapa, kita bangsa Indonesia minder dengan ‘Perabotan/Produk lokal dalam negerinya sendiri yaitu Pancasila?’ Seolah kalau tak dilabeli demokrasi, kita dianggap kuper, terbelakang, bodoh, dekaden, tiran, dan segerombol julukan lainnya.
Kita punya Pancasila sebagai warisan dan konsensus bernegara. Kita punya spirit Ketuhanan yang tinggi bahkan kita mengakui kemerdekaan bangsa ini sebagai rahmat serta anugerah Ilahi.
Kita punya semangat Keadilan, sama rata sama rasa. Sehidup semati sebagaimana dulu dicontohkan oleh para pahlawan ketika menghadapi penjajah. Senasib sepenanggungan.
Kita punya semangat Persatuan, bukan perpecahan. Semangat perlombaan bukan pertandingan.
Gotong Royong dan Musyawarah Mufakat adalah local wisdom Indonesia.
Kita punya semangat Gotong Royong (kolaborasi) bukan kompetisi yang saling mengalahkan, apalagi diiringi caci maki dan buli (inget pil-pilan, copras-capres sekarang ya ....)
Kita punya semangat Musyawarah Mufakat berdasar nalar-nalar Hikmah Kebijaksanaan bukan nalar-nalar Demokrasi, yang selalu mengukur kebenaran dan kemenangan dari ukuran kuantitas. Hukum rimba modern, yang paling banyak dan kuat, dia yang menang.
Nalar Hikmah Kebijaksanaan ala Pancasila membawa kita kepada pemahaman bahwa Kekuasaan adalah Amanat dan Fitrah dari Tuhan, oleh karena itu mari kita kelola dengan amanah bukan jadi ajang perebutan.
Apakah ini wujud inferioritas para intelektual bangsa ini terhadap propaganda atau hegemoni wacana intelektual dari dunia Barat? Sehingga apapun wacana dari Barat kita hanya bisa mengekor, membebek dan membeo? Dan lebih parahnya lagi bagai kerbau dicokok hidungnya.
Bangsa ini harus sadar bahwa “gempa-gempa sosial, budaya dan politik” yang melanda bangsa Indonesia akhir-akhir ini adalah konsekuensi logis dari pilihan bangsa ini yang lebih mengutamakan Demokrasi ala Barat dan melupakan azas Musyawarah Mufakat sebagai warisan budaya bangsa sendiri.
Kita sering lupa bahwa “Rumah Pancasila” dengan segala ‘Perabotannya’ sejatinya lebih cocok pada bangsa ini yang memang punya karakter-karakter luhur seperti: kekeluargaan dan tidak individualis, gotong royong/kolaborasi bukan kompetisi, tenggang rasa, tolong menolong, cinta perdamaian bukan perpecahan, toleransi, sama rasa, sepenanggungan, dll. Bangsa ini yang punya keanekaragaman tinggi, yang sangat rawan dengan gempa-gempa sosial, budaya dan politik membutuhkan ‘Rumah’ dan ‘Perabotan’ yang tahan terhadap aneka macam gempa itu.
Kita lupa bahwa demokrasi yang sekarang diambil adalah dari reruntuhan peradaban Yunani Kuno. Reruntuhan yang sudah sekian lama terkubur dan mungkin saja ‘Perabotan’ yang kita ambil dari reruntuhan itu sebenarnya sudah jadi “rongsokan” sejarah.
Bangsa yang kurang pede terhadap potensi dirinya, biasanya memang lebih senang kepada segala sesuatu yang berbau impor, walaupun barang yang diimpor itu barang bekas atau bahkan barang rongsokan.
Ahmad Syafiudin
Salam Ahad Bahagia dari bekas, 21 Oktober 2018.
NB: Jika ada yang kurang berkenan dengan diksi yang saya pakai mohon dimaafkan dan jangan terlalu ambil hati, sebenarnya bukan untuk membuat sakit hati apalagi antipati tapi hanya sekedar menstimulasi ranah kognisi sambil ngopi pagi.
https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=10215030092484714&id=1202074435
No comments:
Post a Comment