Saturday, March 14, 2020

Alasan Kenapa Covid-19 Begitu Menular


Hingga kini, kasus infeksi virus Corona-Baru, pemicu penyakit Covid-19 telah melampaui 100.000 orang di seluruh dunia. Apa yang membuat virus yang merebak di Wuhan, China, itu mudah menyebar ke berbagai negara?

Sejumlah analisis genetik telah mengidentifikasi struktur kunci protein virus ini yang menjelaskan mengapa dia bisa menginfeksi sel manusia dengan mudah.

Hingga Selasa (10/3/2020), Coronavirus Disease (Covid-19) telah menginfeksi 114.343 orang di 113 negara. Sebanyak 19 kasus positif di antaranya dilaporkan di Indonesia. Jumlah kasus infeksi diperkirakan akan terus melonjak, terutama di luar China yang baru memasuki wabah.


“Memahami penularan virus merupakan kunci untuk penahanan dan pencegahan penyakit infeksi ini ke depan,” sebut David Veesler, ahli virus dari University of Washington di Seattle, Amerika Serikat, yang mempublikasikan temuannya tentang struktur virus Corona-Baru ini di server pracetak biomedis bioRxiv pada 20 Februari, seperti dikutip Nature.

Seperti diketahui, virus Corona-Baru atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) yang memicu Covid-19 menyebar jauh lebih mudah daripada yang menyebabkan sindrom pernapasan akut parah atau SARS (juga virus Corona), dan telah menginfeksi lebih dari sepuluh kali lipat jumlah orang yang tertular SARS. Besarnya kasus infeksi menyebabkan total kematian yang diakibatkan SARS-CoV-2 jauh lebih tinggi dibandingkan SARS ataupun MERS, sekalipun mortality rate atau tingkat kematian per kasus infeksi virus baru ini lebih rendah dari pendahulunya.


Penyerbu bertanduk
Untuk menginfeksi, virus Corona menggunakan lapisan protein berbentuk tanduk yang runcing (spike) guna mengikat membran sel inang dengan mengaktivasi enzim furin. Analisis genom dari SARS-CoV-2 telah mengungkapkan bahwa protein lapisan tanduk yang bisa mengaktivasi furin ini yang  membedakannya dengan kerabat dekat mereka yang memicu SARS ataupun MERS.

Masalahnya, furin banyak ditemukan di banyak jaringan manusia, termasuk paru-paru, hati, dan usus kecil. “Ini berarti virus itu berpotensi menyerang banyak organ,”  kata Lihua Qian, ahli biologi struktural di Universitas Sains dan Teknologi Huazhong, Wuhan, China, tempat wabah dimulai.

Temuan ini dapat menjelaskan beberapa gejala yang diamati pada orang yang terinfeksi Covid-19, seperti gagal hati. Li, yang ikut menulis analisis genetik virus yang diposting pada server pracetak ChinaXiv pada 23 Februari, menyebutkan, SARS dan virus Corona lain tidak memiliki situs untuk mengaktivasi furin sebagaimana SARS-CoV-2.


Situs aktivasi furin membuat virus Corona-Baru ini sangat berbeda dengan SARS dalam hal masuknya ke dalam sel, dan diduga mempengaruhi stabilitas virus dan karenanya membuatnya mudah menular. Kesimpulan ini disampaikan Gary Whittaker, ahli virus di Cornell University di Ithaca, New York, dan tim dalam analisis struktural lain yang diterbitkan di bioRxiv pada 18 Februari.

Para peneliti ini menemukan, kemampuan infeksi Corona-Baru ini menyerupai virus lain yang bisa menyebar dengan mudah di antara orang, termasuk strain virus influenza. Bedanya, pada virus influenza, situs aktivasi ditemukan pada protein yang disebut haemagglutinin.

Dengan pemahaman ini, Li kemudian mencoba mengembangkan molekul guna memblokir furin sehingga hasilnya diharapkan bisa dipakai untuk pengobatan. Namun, progres penelitiannya terhambat oleh wabah.


Selain Li, sejumlah ilmuwan di berbagai negara saat ini berlomba mencari cara untuk mengobati virus baru Corona ini, selain juga vaksin. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) juga sudah menyerukan untuk percepatan produksi vaksin.

Namun, menurut Wakil Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman, Kemenristek, Herawati Supolo Sudoyo, obat dan vaksin kemungkinan belum akan ditemukan dalam waktu cepat, apalagi jika virus ini mudah bermutasi. Sekalipun demikian, hal ini harus dimulai, termasuk oleh Indonesia agar tidak bergantung pada vaksin dari luar. “Eijkman sedang menjajaki konsorsium dengan pihak industri dan kampus untuk mencari cara memproduksi vaksinya. Tetapi, prosesnya masih panjang karena baru dimulai,” katanya.

Herawati menyarankan, untuk saat ini Pemerintah Indonesia sebaiknya fokus meningkatkan kapasitas pemeriksaan guna mencegah meluasnya infeksi Corona-Baru ini. Pemeriksaan dini juga dibutuhkan untuk mengobati pasien yang positif terinfeksi agar tidak menjadi akut sehingga tak bisa disembuhkan lagi. Sejumlah kajian menunjukkan, infeksi Corona-Baru ini tidak bisa sembuh sendiri sebagaimana influenza, tapi pasien harus mendapatkan perawatan yang baik sebelum virus mencapai paru-paru.

Ahmad Arif
KOMPAS, 10 Maret 2020