Tuesday, October 20, 2009

Bagaimana Defisit Meledakkan Pasar?


Krisis Anggaran defisit yang besar memiliki daya rusak yang dahsyat pula. Karena itulah Dana Moneter Internasional, sebagai pemantau perekonomian negara-negara anggotanya, mengingatkan soal pentingnya menjalankan disiplin anggaran. Dengan kata lain, jangan ada pengeluaran yang lebih besar dari penerimaan yang melampaui batas yang proporsional.

Salah satu kawasan yang amat ketat memantau besaran defisit anggaran adalah Uni Eropa (UE), khususnya 16 negara pengguna mata uang tunggal euro (zona euro). Lewat Pakta Stabilitas Pertumbuhan, UE menggariskan bahwa defisit anggaran tidak boleh melampaui 3 persen dari produksi domestik bruto (PDB).

Batasan defisit anggaran maksimal 3 persen dianggap aman. Defisit anggaran antara lain ditutupi dengan utang walau terkadang juga ditutupi dengan mencetak uang yang berdampak pada tingginya inflasi. Dengan batasan 3 persen itu, kemampuan membayar utang di kemudian hari dianggap kuat atau aman.

Karena itu, setiap kali ada anggota zona euro memiliki defisit anggaran yang melampaui batasan itu, maka peringatan otomatis dimunculkan atau dipublikasikan. Perancis, Spanyol, Malta, dan Italia termasuk anggota zona euro yang sekarang ini melampaui batasan itu.

Mengapa defisit begitu diperhatikan? Karena defisit itu memiliki daya rusak yang besar, sebagaimana pernah dituliskan di sebuah makalah yang diterbitkan The Brookings Institution yang bermarkas di Washington, AS, pada 5 Januari 2004.

Makalah itu berjudul Sustained Budget Deficits: Longer-Run U.S. Economic Performance and the Risk of Financial and Fiscal Disarray Budget Deficit, U.S. Economy, Federal Budget ditulis oleh Allen Sinai (Chief Global Economist), Peter R Orszag (Senior Fellow), dan Robert E Rubin (Office of the Chairman). Ketiganya termasuk think-tank di lembaga tersebut.


Tali-temali
Dikatakan, defisit yang besar dan amat substansial bisa merusak ekspektasi dan kepercayaan pasar. Hal selanjutnya mengakibatkan munculnya dampak-dampak negatif yang akan mengacaukan pasar uang dan kegiatan ekonomi.

Jika pedagang di pasar uang dan bursa, investor, serta kreditor makin khawatir bahwa pemerintah sengaja menaikkan inflasi dengan tujuan menekan nilai riil utang, akibat akumulasi defisit anggaran, atau jika pemerintah sudah dianggap buntu dan tidak bisa mengatasi defisit, kepercayaan investor bisa anjlok sedemikian buruknya.

Keadaan ini bisa terjadi jika sebuah pemerintahan sudah tidak mampu mengatasi beban utang, untuk menutupi defisit, dan kemudian mengatasinya dengan menaikkan inflasi yang bertujuan mengurangi nilai riil utang.

Defisit anggaran yang mengakibatkan ketidakseimbangan neraca transaksi berjalan (current account), di mana beban atau kewajiban luar negeri lebih besar dari pendapatan luar negeri, juga bisa membuat makin hilangnya kepercayaan pelaku di pasar uang dan pasar kredit internasional.

Defisit anggaran terkadang bisa mengakibatkan ketidakseimbangan current account. Ini terjadi karena utang itu ada kalanya atau bahkan sering ditutupi dengan meminjam ke luar negeri. Jika utang ini menumpuk terus, beban pembayaran utang luar negeri makin tinggi. Hal inilah yang menjadi sumber ancaman current account.

Jika ketidakseimbangan current account terjadi, para pelaku di pasar itu makin diingatkan tidak saja soal bahaya defisit, tetapi juga soal defisit neraca transaksi berjalan. Hilangnya kepercayaan investor dan juga kepercayaan para pemberi kredit, untuk menutupi defisit, maka aliran kredit bisa terhenti dan negara yang mengalami defisit akan makin susah menutupi defisit itu.

Sekarang ini defisit terbesar di dunia dialami Amerika Serikat. Hilangnya kepercayaan pelaku pasar dan kreditor pada AS, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, soal kemampuan menangani defisit anggaran dan current account, bisa membuat investor dan kreditor memindahkan dana-dana dari investasi berbasis dollar AS ke mata uang lainnya.

Hal ini selanjutnya bisa menyebabkan depresiasi atau pelemahan kurs dollar AS, sebagaimana telah terjadi. Jika investor dan kreditor melakukan itu, bisa saja AS menaikkan suku bunga untuk memberikan rangsangan pada kreditor untuk mempertahankan aset dalam dollar AS. Namun, selanjutnya hal ini hanya akan menambah beban baru berupa kenaikan beban utang yang dipakai untuk menutupi defisit tersebut.


Kekacauan di bursa
Naiknya suku bunga, terjadinya depresiasi dollar AS, anjloknya kepercayaan investor, selanjutnya akan menjungkalkan harga-harga saham. Dampak lain dari itu semua, kemakmuran warga akan anjlok pula.

Kenaikan suku bunga juga akan membuat biaya berbisnis menjadi lebih mahal. Jika bisnis anjlok, peran swasta sebagai salah satu penggerak ekonomi akan anjlok pula.

Terjadinya disrupsi di pasar uang akan menghambat peran pasar sebagai intermediasi antara peminjam dan kreditor, yang justru amat vital bagi perekonomian. Hal ini akan mengganggu kesinambungan aliran kredit, termasuk aliran utang-utang berjangka panjang.

Selanjutnya yang tidak kalah penting adalah dampak psikologis defisit anggaran pada kepercayaan konsumen. Jika konsumen melihat ada bahaya defisit dan menganggap pemerintah tidak bisa mengatasinya, konsumen akan bersikap hati-hati berbelanja karena ekonomi dianggap dalam bahaya. Jika ini terjadi, peran konsumen sebagai salah satu pendorong ekonomi akan anjlok pula.

Tali-temali kekacauan pasar ini tidak saja akan terjadi di negara yang mengalami defisit. Pada zaman modern, di mana perekonomian global telah menyatu, destabilisasi di satu negara akan menyebar ke berbagai sudut dunia.

Hal inilah yang membuat ekonom A Tony Prasetiantono mengingatkan agar Indonesia juga mulai mengambil sikap waspada dengan potensi kehancuran pasar global akibat defisit AS yang lambat atau cepat juga berdampak pada Indonesia.

KOMPAS, 9 Oktober 2009

No comments: