Wednesday, June 15, 2016

Simposium Anti-PKI Hasilkan 9 Butir Rekomendasi


Simposium Nasional Anti-PKI yang dilaksanakan di Balai Kartini, Jakarta, selama dua hari, 1-2 Juni, menghasilkan sembilan butir rekomendasi. Panitia berharap pemerintah mempertimbangkan rekomendasi tersebut bersama dengan hasil rekomendasi Simposium Tragedi 1965 di Hotel Aryaduta, April lalu.

Wakil Ketua Umum Forum Komunikasi Putra Putri Purnawirawan TNI Polri (FKPPI) Indra Bambang Utoyo membacakan butir-butir rekomendasi hasil simposium. Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Agus Widjojo berencana menyerahkan rekomendasi ini kepada pemerintah untuk dikaji bersama hasil simposium Tragedi 1965, April lalu.


Berikut butir rekomendasi simposium nasional anti-PKI dengan 'Mengamankan Pancasila dari Ancaman Kebangkitan PKI dan Ideologi Lain' berserta penjelasannya:

1. Sejarah mencatat telah terjadi pemberontakan PKI pada 1948 di Madiun dan sekitarnya.

*Pemberontakan itu terjadi saat Indonesia sedang menghadapi ancaman agresi Belanda. Pemberontakan kembali terulang pada 1965 atau dikenal sebagai Gerakan 30 September 1965, saat Presiden Soekarno sedang gencar melaksanakan Dwi Komando Rakyat. Kedua pemberontakan itu dinilai sebagai sebuah pengkhianatan terhadap Pancasila dan rakyat, yang sedang berjuang demi kemerdekaan. Tujuannya, dikatakan adalah untuk merebut kekuasaan dan mengganti ideologi Indonesia.

2. Menuntut PKI dengan penuh kesadaran membubarkan diri dan menghentikan semua kegiatan dalam bentuk apapun.

*Rekomendasi itu menyebutkan, sepantasnya pihak PKI yang harus meminta maaf pada rakyat dan pemerintah Indonesia. PKI disebut masih berusaha eksis dengan melakukan kongres sebanyak 3 kali, berusaha memutar balik fakta sejarah, menyebar fitnah dan hasutan, serta melempar kesalahan ke pihak lain, seperti TNI dan umat Islam.


3. Bersyukur pada Tuhan Yang Maha Esa karena reaksi cepat rakyat dan pemerintah yang berhasil dua kali menggagalkan pemberontakan PKI.

*Namun, tetap ada penyesalan bahwa kedua pemberontakan tersebut menjatuhkan korban jiwa, baik dari pemerintah, TNI, rakyat, maupun dari simpatisan PKI. Banyaknya korban telah menjadi luka sejarah.

4. Hendaknya kita tak lagi mencari-cari jalan rekonsiliasi, tapi mari kita kukuhkan dan mantapkan rekonsiliasi sosial dan politik secara alamiah.

*Rekonsiliasi sosial politik secara alamiah sudah terjadi di kalangan generasi penerus dari mereka yang mengalami konflik masa lalu tersebut. Disebutkan saat ini tak terdapat stigma yang tersisa pada anak cucu eks PKI.

Butir keempat ini secara lengkap berbunyi: "Semua hak sipil mereka telah pulih kembali. Banyak di antara mereka yang berhasil menjadi anggota partai politik, anggota DPR, pegawai negeri, gubernur, anggota TNI dan Polri, dan jabatan penting lain, tanpa ada yang mempermasalahkan."


5. Diminta dengan sangat pada pemerintah, LSM, dan segenap masyarakat agar tak lagi mengutak-atik kasus masa lalu karena dipastikan dapat membangkitkan luka lama dan berpotensi memecah persatuan.

*Mengungkit masa lalu, disebutkan dapat memicu terjadinya konflik horizontal. Rekomendasi menyarankan masyarakat melihat masa depan, dan lebih memperhatikan kepentingan bangsa dibanding kelompok.

6. Hendaknya pemerintah konsisten menegakkan Pancasila, Ketetapan MPRS 25 tahun 1966, Undang Undang Nomor 27 Tahun 1999 yang mengatur pelarangan terhadap setiap kegiatan yang terindikasi sebagai upaya membangkitkan PKI.

*Aturan ini diperkokoh dengan Ketetapan MPR RI Nomor 1 tahun 2003 tentang Ketentuam Hukum untuk Pelarangan Paham Komunis di Indonesia. "Ke depan seyogyanya pelarangan terhadap PKI itu dimasukkan juga dalam Addendum 1945," kata Indra yang membacakan rekomendasi ini.


7. Mendesak pemerintah dan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk segera mengkaji ulang UUD 2002 agar kembali dijiwai Pancasila.

*Fenomena kebangkitan PKI dianggap tak lepas dari empat kali perubahan UUD 1945 mulai dari 1999-2000 yang dibajak oleh liberalisme. Indra mengatakan UUD hasil amandemen pada tahun 2002 itu diisi individualisme-liberalisme yang membuka kebebasan nyaris tanpa batas.

"Itu dimanfaatkan oleh simpatisan PKI serta kelompok anti Pancasila lain yang mendukungnya," kata Indra.

8. Kami mendesak pemerintah memasukkan atau meningkatkan muatan materi nilai Pancasila dalam kurikulum pendidikan formal mulai dari usia dini, pendidikan dasar, tingkat menengah dan sederajat, serta sampai pendidikan tinggi.

*Hal itu dimaksudkan untuk mengamankan Pancasila dari ancaman ideologi lain yang bertentangan. Dalam rekomendasi ini, kata Indra, pemerintah diminta melakukan sinkronisasi pada semua aturan terkait atau menerbitkan UU baru yang dapat mengikat semua pemangku kepentingan pendidikan.

9. Mengajak segenap komponen bangsa meningkatkan integrasi dan kewaspadaan nasional dari ancaman kelompok anti Pancasila, maupun pihak asing.

Yohanes Paskalis
Wartawan TEMPOKamis, 2 Juni 2016
https://nasional.tempo.co/read/news/2016/06/02/078776295/simposium-anti-pki-hasilkan-9-butir-rekomendasi

No comments: