Sunday, September 27, 2009

Dinasti Soeharto Berlanjut Lagi ?


Pasca pemilu, apapun yang terjadi, analisa mendalam perlu diambil demi masa depan bersama. Ibarat mengedit sebuah film berjudul Pemilu 2009, saya harus memutuskan dari mana film dimulai, dan di mana film itu berakhir, dengan meninggalkan sebuah pesan kepada penontonnya. Film tersebut kita tonton bersama lalu kita coba menangkap pesan dari film tersebut, pesan itu menjadi bahan referensi bagi kita bersama, untuk melangkah ke film seri berikutnya.

Di tengah proses editing, ternyata saya merasa perlu menampilkan flashback atau cuplikan-cuplikan film, 5 bahkan 10 tahun yang lalu. Bahkan lebih dari itu, karena sesungguhnya, sejarah masa kini dan yang akan datang, adalah sebuah sinetron kehidupan yang perlu dilihat secara keseluruhan, jika kita ingin memahami film tersebut secara utuh.

Beberapa bulan sebelum pemilu legislatif, beberapa talkshow menampilkan topik visi misi partai secara proporsional, mungkin semua partai peserta pemilu mendapat kesempatan yang sama dalam menyampaikan visi misinya. Dan semua visi misi partai (selain Partai Demokrat) adalah kritik terhadap pemerintahan yang sedang berjalan, tidak terkecuali visi misi partai PAN, PKS, PKB dan PPP, (empat partai yang kemudian ternyata berkoalisi dengan partai yang dikritiknya). Semuanya mengkritik kinerja pemerintahan yang sedang berjalan.


Materi kritik antara lain tentang hutang yang terus bertambah, pengelolaan sumber daya alam dan pembagian hasilnya yang selalu lebih menguntungkan pihak asing. Ada pula yang menyinggung tentang sumber dana kampanye yang belum transparan yang memungkinkan dana asing masuk dengan konsekuensi yang diperkirakan akan merugikan rakyat Indonesia.

Ajakan untuk kembali ke konstitusi UUD ‘45 adalah salah satu solusi yang mereka tawarkan waktu itu, salah satunya pasal 33 yang mengatur tentang pengelolaan sumber daya alam oleh Negara dan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Ibarat pertempuran dunia persilatan, Partai Demokrat dikeroyok rame-rame oleh para pengkritiknya.

Namun apa yang terjadi setelah pemilu legislatif usai dan dimenangkan oleh Partai Demokrat? PKB dan PPP tanpa pikir panjang langsung merapat untuk berkoalisi dengan partai yang beberapa bulan sebelumnya mereka kritik itu. Khusus PAN dan PKS beberapa saat mengalami pergolakan internal antara kubu yang memilih untuk tidak berkoalisi vs kubu yang menganggap koalisi merupakan pilihan yang lebih bijak.

Kemudian kedua partai tersebut mengajukan cawapres, mungkin dengan maksud untuk mengawal kebijakan-kebijakan presiden terpilih di masa datang. Sambil menunggu jawaban, kedua partai dengan sekuat tenaga mencoba meredam konflik internal partai masing-masing.

Tanpa mereka sadari cawapres yang mereka tawarkan ternyata tidak pernah sedikit pun diperhatikan, apa lagi dipertimbangkan untuk diterima. Jauh sebelum keputusan itu diambil, SBY mengatakan sudah mengantongi sebuah nama, namun baru akan ia buka pada saatnya nanti.

Saya baru sadar sekarang, strategi untuk terus memberi harapan kepada kedua partai tersebut adalah sebuah strategi jitu untuk tetap memegang buntut PKS dan PAN agar supaya tidak lari ke partai atau koalisi lain.


Satu lagi kemungkinan yang hampir pasti, alasan SBY menunda pengumuman cawapres pilihannya adalah untuk menghindari manuver The King Maker “Amien Rais” yang sangat ditakuti lawan-lawan politiknya. Sampai pada hari terakhir pendaftaran calon presiden pada pukul 7 malam, yang artinya tinggal 12 jam sebelum hari H, barulah nama Boediono muncul.

Dan benar perkiraan Demokrat, ada perlawanan dari PAN mupun PKS, tapi sudah tidak cukup waktu lagi bagi mereka untuk berimprovisasi. The King Maker Amien Rais pun tidak bisa lagi melakukan manuvernya.

Kampanye pun akhirnya dilakukan oleh semua capres dan cawapres. BLT adalah senjata pamungkas Partai Demokrat. Penawaran yang lebih bagus dari BLT yang ditawarkan oleh partai lain, karena waktu yang terlalu singkat membuat tawaran menarik itu tak sempat terdengar oleh seluruh rakyat.

Banyak yang menganggap tim sukses pemenang pemilu mempunyai strategi yang hebat, bagi saya mereka biasa-biasa saja. Kalau kita lihat data BPS, lebih dari 60% rakyat Indonesia adalah rakyat miskin, sebagian besar malah tinggal di pedesaan, alhasil waktu menonton televisi mereka tidak banyak, karena waktu mereka sudah habis untuk bekerja mencari sesuap nasi.

Ditambah lagi TV nasional kita yang belum 100% independen, buktinya banyak iklan Mega Pro yang ditolak. Pola pikir mereka simple saja, pilih lagi SBY, maka BLT dilanjutkan. Mereka tidak tahu kalau sebenarnya dana BLT hanya sampai bulan September atau Oktober saja, seperti yang dengan jujur diakui oleh tim sukses SBY dalam salah satu acara di Metro TV seusai pemilu Pilpres.


Bagi saya pada saat BLT dibagikan di situlah kampanye partai Demokrat sudah dimulai. Itulah sebabnya survey yang dilakukan sebelum pemilu oleh beberapa lembaga menunjukkan tingkat elektabilitas SBY yang tinggi. Dan elektabilitas yang tinggi itu perlahan-lahan menurun seiring dengan penyampaian visi misi partai-partai lain yang mencoba mencerahkan kepada publik tentang bagaimana keadaan Indonesia apa adanya.

Yang menarik, elektabilitas JK menjelang pemilu menunjukan grafik yang menanjak naik cukup cepat. Bahkan salah satu penyelenggara survey mengatakan, jika pemilu diundur beberapa bulan lagi, kemungkian JK bisa menang. Bila itu yang terjadi, berarti kampanye Golkar sebenarnya sukses, dengan pertimbangan, dalam waktu singkat bisa mempengaruhi elektabilitas SBY yang dibangun jauh sebelum Pemilu, yakni pada saat BLT mulai dibagikan.

Khusus mengenai BLT saya yakin itu adalah ciptaan JK, karena saya meliput pembahasannya sekitar 3 tahun lalu, dan master filmnya pun mungkin masih ada di Kantor Pos Pusat dekat Lapangan Banteng. Tapi design JK tentang BLT waktu itu dananya diambil dari penghematan dana subsidi BBM, bukan dari pinjaman asing seperti temuan BPK belakangan ini.

Tapi sekali lagi rakyat miskin tidak punya waktu untuk memikirkan siapa yang menciptakan BLT dan dari mana sumber dana BLT, yang ada dalam benak mereka adalah simple saja, pilih lagi SBY maka BLT dilanjutkan.

Rakyat miskin pun tidak punya waktu memikirkan kontrak karya pengelolaan sumber daya alam kita yang lebih meguntungkan pihak asing, mereka juga tidak terlalu memikirkan hutang Negara yang bertambah 400 triliun seperti yang diinformasikan oleh Rizal Ramli, salah satu capres independen. Padahal hutang itu akan membebani kita semua hingga ke anak cucu kita di kemudian hari, dengan kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok dan barang lain pada umumnya sebagai akibat berkurangnya subsidi untuk membayar hutang.


Singkatnya, mereka juga tidak percaya pada janji-janji capres lain yang sesungguhnya lebih bagus dari sekedar BLT. Mereka lebih percaya dengan apa yang sudah dan sedang berjalan yaitu BLT.

Satu lagi imajnasi saya tentang kemenangan Demokrat, baik pada Pemilu 2004 maupun Pemilu 2009 adalah, mungkin … sebenarnya yang mewarisi tahta Dinasti Soeharto adalah SBY, bukan Golkar, dan apalagi Prabowo mantan mantunya. Khusus di tahun 2004, saya yakin sekali Soeharto waktu itu masih merupakan tokoh yang bisa menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin Indonesia. Ibarat organisasi mafia di Itali, ia masih merupakan Godfather yang dari tempat tidurnya bisa mengatur pergerakan para pengikutnya.

Saya teringat dalam suatu talkshow-nya AA Gym, saat AA Gym sebagai presenter menanyakan apakah SBY akan mengusut kasus Soeharto, baik itu penelusuran hartanya di luar negeri maupun kasus-kasus yag lainnya? Pada waktu itu SBY diam saja, tidak menjawab! Bahkan beberapa detik sempat terjadi … hening … tanpa ada suara, sebelum akhirnya AA Gym menegur, “ Halo, halo pak … kok diem?” SBY tetap diam dan akhirnya iklan masuk sebagai penyelamat dan mencairkan suasana yang kaku. Dan setelah iklan berlalu AA Gym mengalihkan pertanyaan ke topik yang lain. Bukti lainnya adalah di kedua Pemilu baik tahun 2004 maupun 2009, Demokrat selalu menang di daerah Cendana.

So, kalau benar prediksi saya, tanpa Amien Rais sadari, dan juga mungkin tanpa PKS sadari, mereka telah berkoalisi dengan pewaris tahta musuh lamanya di kala reformasi. Menurut saya sebaikya kedua partai itu berkoalisi dengan Golkar “Baru” atau dengan Gerindra. Namun sayang sekali, seperti yang telah saya uraikan di atas, mereka semua kini sudah terjerat dan kehabisan waktu untuk berimprovisasi.


Akhir kata saya ingin mengingatkan kepada rekan-rekan sebangsa dan setanah air, bahwa seburuk apapun pemerintahan yang ada sekarang, yang menjadi musuh kita adalah their mind, pola pikirnya, sedang orang-orangnya adalah tetap saudara sebangsa yang mesti kita cintai juga. Pertanyaannya sekarang, bisakah kita berperang dengan their mind tanpa melukai orang-orangnya? Demi persatuan dan kesatuan bangsa, jawabnya adalah: harus bisa!!!

Dan mungkin juga demikianlah yang ada dalam benak saudara-saudara kita di PAN dan di PKS, mereka akan mengkoreksi dari dalam. Betapapun sulitnya mereka pasti akan mengeluarkan segenap kemampuannya demi kepentingan rakyat Indonesia. Hal yang sama juga akan dilakukan oleh beberapa partai oposisi untuk selalu mengontrol dengan ketat jalannya pemerintahan.

Dan semua yang mereka lakukan itu pastilah demi Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dengan tanpa melupakan Persatuan Indonesia. Semoga begitu.
Amiiin ….
Wassalam.

Rudi Imam, 14 Juli 2009
http://rudiimam.blogdetik.com/2009/07/14/dinasti-soeharto-berlanjut-lagi/

No comments: