Friday, February 8, 2019

Mau Janji Apalagi Pak Presiden?


Luar biasa! Siapa yang tak kagum dengan ide dan gagasan cemerlang Jokowi di tahun 2014. Lepas itu ide Jokowi atau gagasan timsesnya. Atau gagasan “para futuristik” yang sengaja disiapkan untuk mengangkat citra Jokowi.

Di saat Indonesia bergantung pada mobil Jepang, Korea dan Eropa, ide Mobnas Esemka muncul. Masyarakat terhenyak. Kaget dan kagum! Begitu cerdas dan brilian.

Tidak hanya Mobnas Esemka. Jokowi juga menawarkan gagasan tol laut. Konsepnya sangat cemerlang. Indonesia adalah negara kepulauan. Jarak satu pulau dengan pulau yang lain terlalu jauh. Akibatnya, pertumbuhan lambat dan tidak merata. Ada ketimpangan terutama di Indonesia bagian Timur. Maka dengan tol laut, jarak antar pulau bisa didekatkan. Ketimpangan teratasi, terutama di bidang ekonomi.


Tidak hanya tol laut. Jokowi juga memperhatikan hutang negara yang cukup besar. Mulai Soeharto hingga SBY, Indonesia tergantung dengan hutang, terutama pada Bank Dunia dan IMF. Maka Jokowi katakan stop hutang. Indonesia harus berdaulat secara ekonomi agar tidak didikte negara lain. Ini terobosan yang sangat berani. Tak ada satupun presiden di Indonesia yang berani melakukan ini.

Tidak hanya stop hutang. Indonesia harus stop impor pangan. Berhenti impor beras, kedelai, ikan, sayur, garam, jagung, gula, cabe, bawang putih dan buah. Apalagi yang belum disebutkan? Tanya Jokowi kepada massa yang hadir di Muktamar PKB 2014. Ini cara jitu untuk menjaga kedaulatan pangan dan eksistensi para petani. Ide yang sangat rasional mengingat Indonesia memiliki tanah yang subur dan laut yang sangat luas. Jadi, nggak perlu impor.

Dollar ditekan di angka 10 ribu rupiah, dan pertumbuhan ekonomi di angka 7-8 persen. Jauh melampaui masa SBY yang berada di angka 5,8 persen. Dengan begitu, rakyat Indonesia punya harapan kesejahteraan di masa depan. Dengan ekonomi yang sehat, stabil dan terus mengalami pertumbuhan, maka mudah bagi Indonesia untuk bisa buy back Indosat yang dijual saat pemerintahan Megawati.


Ekonomi yang stabil memudahkan Indonesia untuk mempertahankan subsidi, termasuk BBM. Jadi, tak perlu menaikkan harga BBM, karena itu akan membebani dan menyengsarakan rakyat. Malah Pertamina bisa didorong untuk menjadi lebih kuat dari Petronas milik Malaysia. Keren. Gagasan Jokowi memang benar-benar memukau.

Untuk mensukseskan semua rencana ini, perlu kabinet ramping yang diisi oleh para profesional. Karena yang dibutuhkan adalah kerja. Betul kata Jokowi, memang nggak perlu kabinet gendut. Apalagi jadi bancakan parpol, sekadar untuk bagi-bagi kursi jabatan politik. Setuju!

Hebat! Sungguh mengagumkan! Inilah ide, gagasan dan program cemerlang Jokowi tahun 2014. Semua terasa baru, cerdas dan berani. Hanya orang gila yang nggak tertarik dengan gagasan-gagasan hebat ini. Jadi normal ketika kubu Jokowi menandai taglinenya dengan “Koalisi Indonesia Hebat”. Semua serba herois.

Bohongnya hebat. Hebat bohongnya!

Pertanyaannya cuma satu, dan hanya satu: apakah ide, gagasan, program dan janji politik Jokowi di 2014  itu nyata? Mampu direalisasikan? Dan jawabannya sangat jelas. Ternyata tidak! Bahkan meleset jauh! Inilah kenyataan pahit yang harus diterima rakyat setelah hampir lima tahun menunggu janji Jokowi.

Kita mesti obyektif untuk melihat faktanya. Apalagi, ini menyangkut negara dan nasib anak bangsa. Gagasan itu hebat hanya ketika direalisasikan. Sama sekali tidak hebat kalau hanya jadi gagasan. Apalagi gagasan itu diungkapkan sebagai janji kampanye, lalu tak mampu dibuktikan.
Ini bukan lagi semata-mata soal kompetensi. Tapi, ini juga menyangkut problem moral.

Tak terealisirnya begitu banyak janji politik Jokowi akan ditandai rakyat sebagai bagian dari “cacat moral” seorang pemimpin negara. Apapun program yang dijanjikan Jokowi berikutnya, tak akan dipercaya lagi oleh rakyat. Akan ditandai sebagai “kebohongan”. Ini risiko sosial dan politik yang harus dihadapi Jokowi di Pilpres 2019.

Ketika janji Jokowi tak terealisir, maka muncul sejumlah pertanyaan. Pertama, apakah Jokowi dan timnya sadar dari awal bahwa janji-janji politiknya memang tidak akan bisa direalisasikan? Kalau benar begitu, berarti bohong dan menipu dong? Ini soal integritas moral. Bagaimana bangsa ini bisa dipimpin oleh orang yang tak punya standar moral?


Kedua, apakah karena Jokowi tidak paham dan tidak mengerti soal negara, sehingga asal buat janji? Nah, ini menyangkut kapasitas. Ketiga, ataukah janji-janji itu sengaja didesain semata-mata untuk kampanye, bukan untuk menjadi program yang akan direalisasikan? Ini malah lebih parah lagi. Bila demikian, berarti dusta tingkat dewa.

Apapun alasannya, ide, gagasan dan program yang tertuang dalam janji politik harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Baik pertanggungjawaban moral maupun politik.
Yang jelas, tak terealisasikannya janji politik, apalagi banyak jumlahnya, itu indikator paling nyata dari kegagalan seorang kepala negara.

Tidak ada kata yang lebih tepat untuk menilai itu kecuali dengan istilah ‘gagal’. Setiap orang yang wanprestasi, adalah orang yang gagal. Dan yang dibutuhkan rakyat saat ini adalah ke-legowo-an Jokowi untuk mengakui kegagalan itu, lalu meminta maaf kepada rakyat.


Dari semua gagasan yang cemerlang dan menghipnotis rakyat di tahun 2014 itu, memberi kesimpulan bahwa kehebatan Jokowi ternyata hanya ada di janjinya. Bukan pada realisasi program kerjanya. Jika Jokowi berani mengakui kegagalannya, lalu minta maaf kepada rakyat, maka ini akan menjadi keteladanan.

Seandainya diapun kalah di Pilpres 2019, Jokowi akan turun dengan terhormat. Seorang pemimpin mesti berani mengakui kesalahan dan kegagalannya, lalu minta maaf kepada rakyat. Itu baru kesatria. Gentleman!

Sayangnya, sepanjang hampir lima tahun Jokowi jadi presiden, belum pernah terdengar ia mengakui kesalahan dan kegagalannya, lalu minta maaf kepada rakyat. Kendati kesalahan dan kegagalan itu begitu nyata di mata publik, seperti mobil Esemka, ekonomi ‘meroket’, buy back Indosat, dll. Soal ini, Prabowo jauh lebih gentle dan rendah hati dibanding Jokowi. Kasus Ratna Sarumpaet yang belum tentu Prabowo ikut bersalah, namun Prabowo berani minta maaf ke publik. Ini salah satu bukti bahwa Prabowo lebih berani, lebih kesatria!

Kegagalan Jokowi menunaikan janji-janjinya yang seabrek itu dan keengganannya meminta maaf kepada rakyat akan menjadi memori negatif di otak sejarah bangsa ini. Dalam memori sejarah itu akan tertulis: Yang hebat dari Jokowi adalah janjinya, bukan kerjanya. Alias Omdo. Maka, di Pilpres 2019 ini rakyat akan nyinyir bertanya: “Mau janji apa lagi Pak Presiden?

Tony Rosyid
Pengamat Politik dan Pemerhati Bangsa
Kumparan, 18 Januari 2019
https://kumparan.com/tony-rosyid/mau-janji-apalagi-pak-presiden-1547776901974776034

No comments: