Friday, April 18, 2014

Susun Strategi untuk Pemilihan Presiden


Pemilihan umum legislatif telah berlangsung secara serentak, Rabu (9/4) lalu. Komisi Pemilihan Umum akan menghitung perolehan suara setiap partai politik peserta pemilu, dan diharapkan hasilnya akan diumumkan pada tanggal 5 atau 6 Mei mendatang.

Namun, dari hasil hitung cepat Kompas, disebutkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan berada di urutan teratas dengan raihan suara 19,24 persen, diikuti Golkar di urutan kedua dengan 15,01 persen, Gerindra di urutan ketiga (11,77 persen), Demokrat di urutan keempat (9,43 persen), dan PKB di urutan kelima (9,12 persen).

Walaupun PDI-P berada di urutan teratas, raihan suaranya tidak sebesar yang diperkirakan dalam survei Kompas pada bulan Januari lalu. Menurut hasil survei Kompas itu, PDI-P akan meraih suara 21,8 persen. Survei itu dilakukan sebelum Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, yang akrab disapa Jokowi, diumumkan PDI-P sebagai calon presiden. Sama seperti PDI-P, survei Kompas menempatkan Golkar di tempat kedua dengan raihan suara 16,5 persen. Adapun Gerindra berada di urutan ketiga dengan 11,5 persen suara. Khusus Gerindra, angkanya hampir sama dengan hasil hitung cepat Kompas, hanya terpaut sekitar 0,2 persen.

Adapun Demokrat berada di urutan keempat dengan raihan suara 6,9 persen. Angka ini 2,53 persen lebih rendah dari capaian Demokrat dalam hitung cepat Kompas. Kejutan terjadi di urutan kelima. Survei Kompas menempatkan Nasdem di urutan kelima dengan 6,9 persen. Kenyataannya, Nasdem memang memperoleh 6,71 persen. Namun, dengan angka itu, Nasdem berada di urutan kedelapan. Dan, urutan kelima ditempati oleh PKB dengan perolehan 9,12 persen.

Kelihatannya dalam hari-hari mendatang, persoalan tentang siapa akan berkoalisi dengan siapa akan ramai diperdebatkan. Mengingat tidak ada satu pun partai politik yang meraih suara di atas 25 persen, yaitu angka yang diperlukan untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Joko Widodo alias Jokowi, capres dari PDI-P.

Berpengaruh atau tidak
Melihat hasil yang diperoleh PDI-P dalam hitung cepat Kompas, banyak yang mempertanyakan, apakah ada pengaruh dari dicalonkannya Jokowi sebelum pemilu legislatif dilaksanakan? Sangat sulit menjawab pertanyaan itu. Ini karena pihak yang mengatakan ada pengaruhnya bisa saja mengatakan, tanpa Jokowi perolehan PDI-P akan lebih rendah lagi. Hal itu mengingat, dalam Pemilu Legislatif 2009, perolehan suara PDI-P hanya 14,03 persen.

Sementara pihak yang mengatakan tidak ada pengaruhnya dapat beralasan, sesungguhnya pada 2009, perolehan PDI-P sekitar 19,22 persen. Kecurangan dalam Pemilu 2009-lah yang membuat perolehan suara PDI-P hanya 14,03 persen.

Perdebatan kedua pihak bisa panjang dan menghabiskan energi, dan tetap tidak akan dapat ditemukan jawabannya. Apakah dicalonkannya Jokowi sebelum pemilu legislatif dilaksanakan, ada pengaruhnya atau tidak? Daripada menghabiskan energi yang tidak perlu, lebih baik PDI-P berpikir keras akan berkoalisi dengan siapa. Dan, segera menyusun strategi untuk menghadapi pemilihan presiden (pilpres) pada 9 Juli mendatang. Demikian pula dengan partai-partai lain, khususnya tiga parpol yang berada di urutan teratas.

Prabowo Subianto, capres yang diusung Gerindra.

Perhitungkan matang-matang
Ketiga partai yang berada di urutan teratas perlu melihat kembali ke Pilpres 2004, ketika itu presiden terpilih justru datang dari Partai Demokrat yang berada di urutan kelima dengan hanya meraih suara 7,45 persen. Pilpres 2004 memperlihatkan tidak adanya keterkaitan antara partai yang memperoleh suara mayoritas dan calon presiden yang diajukannya.

Dalam Pemilu Legislatif 2004, PDI-P yang berada di urutan kedua dengan perolehan suara 18,53 persen ternyata tidak berhasil memenangkan Megawati sebagai presiden. Bahkan, calon presiden yang diajukan Golkar, yang dalam pemilu legislatif saat itu (tahun 2004) menempati urutan teratas dengan raihan suara 21,58 persen, ternyata tidak lolos ke putaran kedua.

Keadaan yang hampir sama juga terjadi dalam Pilpres 2009. Memang dalam pemilu legislatif tahun 2009, Partai Demokrat memperoleh suara 20,85 persen, tetapi itu tidak ada kaitannya dengan terpilihnya kembali Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden.

Dengan partai yang hanya memperoleh suara 7,45 persen saja, Susilo Bambang Yudhoyono bisa terpilih sebagai presiden. Apalagi ketika Pilpres 2009, saat itu ia maju kembali sebagai petahana.

Siapa yang akan menjadi Presiden Indonesia 2014 - 2019 ?

Dalam Pemilu Legislatif 2009, Golkar berada di urutan kedua dengan raihan suara 14,45 persen, diikuti PDI-P di urutan ketiga dengan 14,03 persen. Namun, dalam pemilihan presiden tahun 2009 itu, Jusuf Kalla-Wiranto yang diajukan Golkar, hanya meraih 12,41 persen suara, kalah dari Megawati-Prabowo yang meraih 26,79 persen. Adapun Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono meraih 60,80 persen.

Melihat kecenderungan seperti itu, maka tidak ada pilihan lain bagi partai yang masuk lima besar, untuk memperhitungkan opsi yang mungkin dimainkannya. Kompromi jelas diperlukan mengingat tidak adanya satu pun partai politik yang mampu meraih suara di atas 20 persen.

Untuk memperoleh gambaran tentang siapa yang memiliki peluang paling besar untuk menjadi presiden RI periode 2014-2019, tidak ada salahnya jika kita melirik hasil survei Kompas tentang sosok presiden pilihan publik yang diadakan tahun 2014. Tempat teratas diduduki oleh Jokowi (43,5 persen), diikuti Prabowo di urutan kedua (11,2 persen), kemudian Aburizal Bakrie berada di tempat ketiga (9,2 persen) dan Wiranto di tempat keempat dengan perolehan 6,3 persen.

Adalah penting untuk menentukan pasangan yang paling cocok untuk dipilih sebagai presiden dan wakil presiden. Sepopuler apa pun calon yang diajukan sebagai presiden, dapat menjadi tidak berarti jika calon itu dipasangkan dengan orang yang salah.

James Luhulima,
Wartawan Senior Kompas
KOMPAS, 12 April 2014

No comments: